Pekanbaru,Gatra.com -- Deputi Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan Badan Restorasi Gambut (BRG),Myrna Safitri, mengungkapkan Tim Restorasi Gambut Daerah (TRGD) Riau bukan merupakan tim abal - abal. Tim tersebut merupakan tim resmi dan dibentuk sebagai perpanjangan tangan BRG di daerah. "TRGD itu resmi dibentuk gubernur," ujarnya kepada Gatra.com, Selasa (1/10).
Berdasarkan penelusuran Gatra.com Tim ini dibentuk melalui keputusan Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rahman (sekarang mantan Gubernur) pada tahun 2016, dengan
nomor Kpts. 539/V/2016 tentang Tim Restorasi Gambut di Provinsi Riau. Kemudian pada tahun 2107 (Desember) terbit surat keputusan perubahan dengan nomor Kpts. 931/XII/2017 yang menjalankan TRGD berikut keanggotaan TRGD.
Lanjut Myrna, sebagai perpanjangan tangan BRG di daerah, tim tersebut juga dibekali oleh anggaran. Hal ini menandakan TRGD dibentuk secara serius untuk membantu pekerjaan BRG di area kerja.
"Anggaran TRGD itu ada. Masuk ke dana Tugas Pembantuan yang dikelolah dinas lingkungan hidup (DLH)," tekanya tanpa menyebut besaran anggaran yang dikucurkan.
Kepada Gatra.com mantan Sekdaprov Riau yang dulunya beperan sebagai kepala TRGD Riau, Ahmad Hijazi, mengutarakan sebaliknya. Dia menyebut TRGD sejatinya merupakan tim yang dipaksakan kehadirannya di daerah. Oleh sebab itu nyaris tidak ada capaian menggembirakan yang dapat disuguhkan TRGD untuk memulihkan lahan gambut di Riau.
"Bila terjadi karhutla, efektifitas TRGD bakal dipertanyakan. Nah bicara efektifitas kan terkait kuantitas yang telah dilakukan. Masalahnya tim ini tidak dibekali mata anggaran sehingga untuk melakukan action itu tidak memadai. Jadi TRGD merupakan tim yang dipaksakan. Kalau pun ada kegiatan maka itu bersumber dari APBN yang dititipkan ke BRG," jelasnya.
Hijazi menambahkan, selain tidak dibekali anggaran yang memadai, operasional TRGD juga mengacu kepada kondisi Badan Restorasi Gambut (BRG). Dalam hal ini, menurutnya sebagai lembaga ad hock, sekian tahun BRG (dibentuk tahun 2016) disibukan oleh pematangan program kerja. Hal tersebut membuat TRGD harus menunggu rampungnya persoalan internal BRG. Sambungnya, setelah BRG merumuskan bentuk pola kerja restorasi gambut, Itu bukan berarti kerja kegiatan restorasi dapat langsung dieksekusi oleh tim di daerah.
" BRG punya tiga upaya untuk memulihkan lahan gambut, meliputi revegetasi, revitalisasi dan retweeting. Tiga kegiatan ini bersifat teknis, yang membutuhkan aksi di lapangan. Sedangkan areal luas lahan gambut di Riau hampir mencapai satu juta hektare, pertanyaanya sejauh mana BRG bisa melakukan intervensi kalau anggaran BRG secara keseluruhan hanya bekisar Rp200 - Rp300 miliar pertahun, " imbuhnya.
Untuk dicatat, selain Riau area kerja BRG meliputi provinsi lainya, yaitu Sumatra Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Papua.
Adapun luasan areal gambut yang menunggu upaya pemulihan di Riau mencapai 900 ribu hektare. Dari luasan tersebut, tanggung jawab utuh BRG hanya sekitar 109 ribu hektare. Sementara sebanyak 600 ribu hektare merupakan lahan gambut di areal Hutan Tanaman Industri (HTI). Sisanya 200 ribu hektare berada di areal perkebunan atau pemilik Hak Guna Usaha (HGU).