Home Internasional Trump Terseret Skandal Ukraina

Trump Terseret Skandal Ukraina

Partai Demokrat mengusulkan pemakzulan terhadap Presiden Donald Trump. Dituding terlibat skandal dengan Presiden Ukraina terkait bantuan militer US$400 juta. Banyak presiden belakangan pernah mengalaminya.

 

Pemilihan presiden Amerika Serikat masih setahun lagi, namun peperangan antara Partai Demokrat dan Partai Republik sudah berlangsung. Masing-masing partai yang mengusung calon presiden, mulai mencari kelemahan calon lawannnya.

Yang terakhir adalah upaya Partai Demokrat untuk “menyingkirkan” pesaingnya lebih awal. Yaitu Presiden Donald Trump dari Partai Republik. Presiden petahana ini diusung kembali menjadi calon presiden kedua kalinya untuk periode 2020-2024.

Senjata pemukul yang dipakai Demokrat berasal laporan seorang whistleblower. Whistleblower yang dirahasiakan identitasnya itu membongkar kasus hubungan telepon antara Trump dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.

Demokrat makin semangat lantaran, menurut cnn.com, Senin lampau, si pelapor mendapat ancaman dari kelompok Trump. Pengacara pelapor tadi menulis surat kepada ketua dan anggota komite Intelijen Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) - atau di sana dikenal dengan Kongres – dan Senat. Surat itu juga ditembuskan kepada Direktur Intelijen Nasional Joseph Maguire.

"Peristiwa pekan lalu telah meningkatkan kekhawatiran kami bahwa identitas klien kami akan diungkapkan kepada publik dan sebagai akibatnya, klien kami akan dihancurkan," kata pengacara pelapor yang tak disebutkan namanya.

Surat tersebut tersebar beberapa jam setelah cuitanTrump dinilai menekan si pelapor. “Saya ingin tahu siapa orangnya, siapan orang yang memberikan informasi kepada pelapor, karena ini dekat dengan mata-mata,” katanya.

Meski tak merujuk identitas, tetapi pernyataan Trump yang mengatakan akan memberikan imbalan US$50.000 kepada siapa saja yang bisa menunjukkan identitas si pelapor, ini dianggap sebagai ancaman kepada pelapor. .

Kegeraman Trump dan kekawatiran pengacara whistle blower itu merujuk pada informasi pada percakapan telepon pemimpin AS-Ukraina. Dalam percakapan yang terjadi pada 18 Juli lampau, Trump dilaporkan telah memerintahkan pembantunya di Gedung Putih untuk menahan bantuan militer sebesar US$400 juta kepada Ukraina.

Berselang sepekan, Trump menghubungi Zelensky. Keduanya melakukan percakapan selama 30 menit. Di situ diduga Trump meminta sobatnya itu untuk menyelidiki kasus yang menjerat Hunter Biden – putra Biden sewaktu Biden menjadi Wakil Presiden Barack Obama (2008-2015).

Ketika itu, Hunter digosipkan melobi Ukraina agar memecat Shokin, pasalnya Shokinlah yang menyelidiki Burisma, perusahaan gas alam dimana Hunter menjadi anggota dewan komsaris. Menurut informasi, Shokin dianggap lemah dalam penanganan korupsi di Burisma.

Shokin yang mantan jaksa pada 2016, dipindahkan dari Ukraina ke tempat lain. Pengganti Shokin tetap menyelidiki Burisma selama 10 bulan sebelum investigasi berakhir. Diduga belum ada bukti Hunter terlibat.

Menurut laporan whistleblower, Trump meminta Zelensky bekerjasama dengan Jaksa Agung William Barr dan pengacara Trump Rudolph Guiliani. Trump pun mengiming-imingi Zelensky akan mencairkan bantuan militer bila sukses mengorek data soal Hunter.

Pelapor mendapat informasi tersebut sistem komputer yang disimpan secara berdiri sendiri, yang disediakan untuk informasi intelijen yang bersifat rahasia dan punya latar belakang politik – bukan untuk keamanan nasional. Tetapi informasi tersebut rupanya “diamankan” oleh pihak Gedung Putih. William Barr ditengarai menutupi kasus tersebut.

Langkah Trump diduga sebagai alat untuk menjatuhkan lawannya yang bisa menutup peluang Biden menjadi Presiden AS, November tahun depan. Namun justru itu menuai reaksi Partai Demokrat bahwa telah terjadi penyalahgunaan kekuasaan.

Joe Biden mengecam cara Trump untuk menjegal lawannya. “Ini bukan soal saya. Ini adalah taktik yang digunakan presiden ini untuk membajak pemilihan, sehingga kita tidak fokus pada masalah yang penting dalam hidup kita,” katanya.

Nancy Pelosi, jurubicara DPR, pun menuding Barr sebagai penipu. “Ini sangat menyedihkan. Meskipun cuma sebenar, tapi akan memburuk,” ujar Pelosi yang juga dari Partai Demokrat. “Ini masalah serius karena menyangkut konstitusi AS.”

DPR membentuk Komite Intelijen dan menunjuk Adam Schiff dari Partai Demokrat sebagai ketuanya. “Ini merupakan penyelidikan kejahatan terorganisir klasik,” kata Schiff. Pihaknya mengajukan proses pemakzulan terhadap Donald Trump. Komite ini pun lantas memanggil Direktur Intelijen Nasional Joseph Maguire untuk dimintai keterangan.

Semula Maguire menolak permintaan komite tadi. Tapi setelah memperhatikan tujuan dari si pelapor, ia berubah pikiran. Maguire menilai si pelapor punya tujuan baik dan tidak punya motivasi politik. “Saya pikir dia (pelapor) melakukan hal yang benar dan mematuhi hukum di setiap langkahnya,” ucapnya.

Gedung Putih pun bereaksi membela Trump. Departemen Kehakiman menjelaskan bahwa Trump belum berbicara dengan William Barr untuk keperluan investigasi anak Biden, dan Barr pun belum berkomunikasi dengan pejabat Ukraina.

Devin Nuses, anggota DPR dari Partai Republik ikut bereaksi. “Saya memberikan selamat kepada Demokrat dalam perang informasi terbaru melawan presiden. Mereka menggunakan kemampuan luar biasa untuk mempengaruhi media sebagai kampanye mereka,” ucapnya.

Apa yang bakal dialami Trump nampaknya menjadi tradisi setiap presiden belakangan ini. Sebelum Trump, mantan Presiden Barack Obama mengalaminya. Begitu pula Bill Clinton, George W Bush, Ronald Reagan dan Richard Nixon. Bahkan jauh sebelumnya, John Tyler juga kena ancaman pemakzulan. Obama misalnya dituntut untuk dimakzulkan lewat program drone-nya di Afghanistan. Semuanya tak berakhir dengan pemakzulan.

Misalnya, yang dialami Richard Nixon, Ia terlilit skandal Watergate. Skandar ini terjadi pada 1972-1974 pada saat Nixon akan menjalani kampanye pemilihan presiden untuk kedua kali. Ada lima orang yang berasal dari Komite Nasional Demokrat di gedung pemerintahan Watergate di Washington.

Nixon berusaha menutupi keterlibatan pemerintahnya. Namun dari hasil temuan, ada dugaan keterlibatan pemerintahnya. Kongres pun membentuk tim pemakzulan. Dari 69 orang yang diperiksa, 48 orang di antaranya dijadikan tersangka. Sebagian besar pejabat Gedung Putih.

Nixon menentang penyelidikan, sehingga terjadi krisis konstitusi. Akhirnya Nixon mengundurkan diri sebelum dimakzulkan. Artinya tak satu pun presiden yang turun karena dilengserkan Senat.

Lagi pula proses pemakzulan butuh proses panjang. Ada 10 proses yang harus dilalui: dimulai dari pengajuan pemakzulan dari anggota DPR sampai keputusan dari Mahkamah Agung untuk mengesahkan pemakzulan.

Selain itu, bila lolos di DPR, usulan ini akan berlanjut di Senat. Masalahnya Senat dikuasai oleh Partai Republik yang bisa menggagalkan pemakzulan, kecuali beberapa anggotanya membelot dengan memberikan suara setuju pada pemakzulan.

Belum lagi dampaknya pada pasar modal. John Crudele, analis pasar modal memprediksi bisa jadi pasar modal bakal terpuruk jika terjadi pemakzulan. “Ketika Demokrat berteriak soal pemakzulan, saham di Wall Street turun,” ujarnya. “Tapi ketika percakapan Trump-Zelensky terungkap, saham kembali naik”.

 

Redaktur: Aries Kelana

 

 

109