Jakarta, GATRAreview.com - Di atas Bukit Menoreh, di sela pepohonan pinus yang menjulang tinggi, berdiri kokoh deretan tenda. Sebagian tenda berdiri di atas alas susunan bambu. Sebagian lainnya dibangun ala rumah panggung.
Di dalam tenda disediakan kasur busa empuk yang dapat digunakan untuk menginap hingga enam orang. Bagi Anda para mania gadget, jangan khawatir jika gadget Anda mengalami lowbat saat menginap. Sebab, di dalam tenda sudah tersedia colokan listrik. Jaringan internet dengan kecepatan tinggi juga tersedia.
Kawasan perkemahan yang diberi nama De Loano ini mengusung konsep wisata glamourous camping atau terkenal dengan singkatan glamping. Yakni konsep berkemah secara mewah dan nyaman. Anda tak perlu repot-repot mendirikan tenda. Pengelola glamping sudah menyiapkan tenda, berikut fasilitas menginap yang mewah. Perkemahan yang dikelola Badan Otorita Borobudur (BOB) ini berada di kawasan Bukit Menoreh, tepatnya di Kecamatan Loano, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Hanya berjarak 13 KM dari kawasan wisata Candi Borobudur.
Masing-masing tenda di perkemahan ini dihubungkan dengan jalan setapak dan anak tangga yang tersusun dari potongan bambu. Di sisi paling atas, sebuah tenda besar disiapkan untuk ruangan makan. Dapat juga digunakan sebagai ruangan multiguna, seperti ruang pertemuan. Ada pula tenda khusus yang berfungsi sebagai musholla. Di area bawah, berdiri sebuah panggung atau amphiteater berlantai bambu dengan berbagai ornament tradisional.
Glamping Sebenarnya
Bilik-bilik kamar mandi pun tak kalah nyaman. Ada pancuran dan toilet duduk, serta dinding warna-warni. Perkemahan ini punya toilet bergaya tradisional yang berada di seberang area tenda di wilayah Kulonprogo. Persis di atas sisi ini, sebuah gardu pandang berdiri menjulang. Dari sini, pemandangan Bukit Menoreh akan terhampar. Kawasan ini merupakan perpotongan tiga kabupaten, yakni Kulonprogo, Purworejo, dan Magelang.
Lazimnya perkemahan, kurang mantul jika tidak ada atraksi api anggun. Tak jauh dari lokasi panggung terbuka ada wajan besar yang sengaja disiapkan sebagai tempat membakar api unggun. Jika malam tiba, nyala api unggun mampu menghangatkan tubuh saat udara makin dingin. Biasanya, pada malah hari di atas panggung digelar pemutaran film yang dilanjutkan pertunjukan live-music hingga dini hari.
Sambil menyaksikan hiburan dan menikmati api unggun, pengunjung disuguhi aneka kuliner lokal khas desa, seperti nasi merah, buntil hingga sayur lodeh untuk makan malam. Sebagai penghangat, ada jangung bakar dan panganan rebusan kampung seperti pisang, jagung, ubi, dan kacang, plus minuman kopi dan jahe hangat.
Menteri Pariwisata, Arief Yahya mengklaim bahwa De Loano merupakan glamping yang sebenarnya dan merupakan nomadic tourism atau wisata yang berpindah-pindah. "Kemahnya ada di Purwerejo (Jawa Tengah), toiletnya ada di Kulonprogo (Yogyakarta). Ini bisa dijual, glam-camp yang ada di dua daerah," ujar Arief saat meresmikan De Loano, pada 14 Februari lalu.
Favorit Backpaker Dunia
Merujuk sejumlah literatur wisata, istilah glamping muncul pertama kali di Inggris pada 2005 dan masuk kamus Oxford Dictionary sejak 2016. Dari Inggris, kini tren wisata glamping menyebar cepat ke seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Glamping kini menjadi wisata favorit kaum milineal. Sebab, selain back to nature, glamping juga menawarkan beragam spot instagramable di sekitar perkemahan yang tercipta dari lingkungan alam nan alami. Biasanya lokasi glamping berada di areal pegunungan atau perbukitan dan areal tepi pantai..
Di Indonesia, dua terahir ini Kementerian Pariwisata gencar mempromosikan wisata glamping. Maklum, data Kementerian Pariwisata mencatat, di seluruh dunia ada sekitar 39,7 juta wisawatan backpacker. Mereka merupakan target pasar wisata glamping. Beberapa wilayah di Indonesia memang sudah dikenal sebagai lokasi favorit para backpacker dunia. Bahkan, nomadlist.com, situs yang menjadi referensi para backpacker, menempatkan Canggu (Desa Canggu, Kecamatan Kuta, Badung, Bali), pada peringkat pertama destinasi wisata Backpaker dunia terfavorit.
Menilik potensi pasar yang begitu besar itu, tak heran lokasi wisata glamping di tanah air pun bermunculan. Teranyar, September ini, Indokostour membuka wisata glamping yang lokasinya tak jauh dari Candi Prambanan, Sleman, Jogjakarta. Di Glamping Indokostour – Prambanan, wisatawan bisa menikmati fasilitas berkemah mewah dengan latar belakang pemadangan Candi Prambanan. “Kami kerjasama dengan PT Taman Wisata Candi (TWC) Prambanan,“ ujar Managing Director Indekostour, Diaz Kaslina, kepada GATRAreview, akhir September lalu di Jogjakarta.
Di setiap tenda Glamping Prambanan, tersedia fasilitas kasur, bantal, selimut, dan mini decoration. Pengunjung juga diberikan gratis tiket masuk candi Prambanan dan pertunjukan sendratari Ramayana, sarapan, dan pesta BBQ di malam hari. Paket ini ditawarkan dengan harga Rp 500 ribu per orang dengan diikuti minimal empat orang pertenda. Ada juga paket VIP dengan harga Rp900 ribu per tenda. “Rata-rata tamu sekarang 200 orang per bulan,” kata Diaz.
Keberadaan wisata glamping di Sleman mendapat respon positif dari Dinas Pariwisata setempat. Kepala Dinas Pariwisata Sleman, Sudarningsih berharap pengelola glamping menyiapkan atraksi dengan melibatkan masyarakat sekitar. “Sehingga keberlanjutan dan manfaat keberadaan glamping bisa dirasakan baik oleh pengelola maupun masyarakat sekitar,” ujarnya kepada GATRAreview.
Perlu Ada Standarisasi
Pelaku industri pariwisata, Heru Pamuji menjelaskan menjamurnya wisata glamping, harus diikuti dengan adanya aturan standarisasi glamping. Misalnya, untuk tenda, apa saja fasilitas mewah yang perlu disediakan pengelola. Karena sejatinya konsep glamping adalah berkemah dengan suasana glamour atau mewah. Namun faktanya ada sejumlah glamping yang fasilitas tendanya hanya dilengkapi dengan kasur busa dan kipas angin. “Bagi saya, itu belum masuk katagori glamping karena masih sebatas kemah nyaman, bukan kemah mewah,” kata Direktur Utama Wisata Alam Gemilang ini.
Sementara itu, menurut Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI), Prof. Azril Azahari, dalam mempromosikan pariwisata, pemerintah jangan hanya mengedepankan branding saja, harus ada yang dijual lebih, salah satunya wisata glamping. Sebab tidak banyak negara yang punya wisata glamping sebagus Indonesia. “Bukan zamannya lagi mengembangkan hotel-hotel mewah karena di seluruh dunia, pasti ada hotel mewah,” kata Azril kepada Ane dari GATRAreview di Jakarta