Jakarta, Gatra.com - Komisoner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam menilai perlakuan aparat kepolisian yang menembakan gas air mata hingga ke posko kesehatan dan evakuasi massa di Universitas Atma Jaya pada Senin (30/9) adalah upaya yang sangat berlebihan.
Anam menegaskan, hal tersebut merupakan ekspresi penggunaan kewenangan berlebihan kepada mahasiswa. "Hal tersebut memiliki pengaruh buruk dalam sistem demokrasi kita," katanya. Polisi, lanjutnya, memang punya kewenangan untuk membubarkan sebuah aksi, tetapi bukan untuk mengejar ataupun mengepung.
"Setelah aksinya bubar ya selesai, gak boleh dikejar-kejar. Jadi kalau misalnya di depan gedung DPR sampai batas berapa meter, gak perlu sampai Atma Jaya, apalagi itu tempat posko kesehatan. Kalau mereka dikejar di Atma Jaya, terus dikepung di sana. Itu pengepungan, bukan pembubaran," kata Anam di kantornya, Selasa, (1/10).
Menurut Anam, penertiban aksi memiliki landasan hukum. Dalam konteks HAM, polisi adalah satu-satunya petugas yang memang diberi pengamanan untuk membubarkan aksi. "Itu juga diatur juga dalam protap (prosedur tetap) kepolisian sendiri. Dalam HAM lebih ketat lagi, mana yang dikepung mana yang dibubarkan," katanya.
Diketahui, dalam Pasal 24 Peraturan Kapolri Nomor 9 tahun 2008 tentang Tata Cara Penyelenggaraan, Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum, dinyatakan bahwa dalam menerapkan upaya paksa harus dihindari terjadinya hal-hal yang kontra produktif.
Contohnya yakni tindakan aparat yang spontanitas dan emosional, misalnya mengejar pelaku, membalas melempar pelaku, menangkap dengan kasar dengan menganiaya atau memukul; tindakan aparat yang melampaui kewenangannya; dan tindakan aparat yang melakukan kekerasan, penganiayaan, pelecehan, melanggar HAM.
Di samping itu, ada peraturan lain yang terkait dengan pengamanan demonstrasi, yaitu Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa. Aturan tersebut tidak mengenal ada kondisi khusus yang bisa dijadikan dasar aparat polisi melakukan tindakan represif. Protap juga jelas-jelas melarang anggota satuan dalmas melakukan tindakan kekerasan yang tidak sesuai dengan prosedur.