Jakarta, Gatra.com - Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Azriana Manalu mengatakan, Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) akan menjawab dan melengkapi beberapa pasal yang belum tercakup dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Hal ini tidak tepat apabila Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) beranggapan penundaan RUU P-KS karena RKUHP ditunda.
"Justru RUU P-KS ini ingin menjawab keterbatasan RKUHP. Sekarang RKUHP ini ditunda, sementara RUU P-KS yang ingin menjawab keterbatasan RKUHP. Seharusnya RUU P-KS bisa diwujudkan untuk keadilan korban," ungkap Azriana di Komnas Perempuan, Selasa (1/10).
Azriana mengatakan, RKUHP bertujuan menggantikan KUHP peninggalan kolonial, meski memiliki pasal yang semakin mengkriminalisasi perempuan. Pasal 417 RKUHP, misalnya, mendefinisikan persetubuhan di luar perkawinan sebagai tindak pidana.
"Hal ini merupakan delik aduan yang hanya bisa dilaporkan orangtua, suami, istri atau anak. Namun ini dikhawatirkan bisa menciptakan ajang main hakim sendiri serta rentan menjadi kasus persekusi," tuturnya.
Hal tersebut menurut Azriana tidak benar. Dijelaskan oleh Azriana, di dalam RUU P-KS, Pasal 11 justru menyebut pemaksaan perkawinan termasuk ke dalam salah satu macam bentuk kekerasan seksual. Sedangkan dalam KUHP yang berlaku sekarang (KUHP lama), materi tersebut belum merupakan delik pidana.
Azriana menambahkan, penundaan pengesahan RUU P-KS yang sangat berlarit-larut jelas sekali berdampak pada kerentanan masyarakat khususnya perempuan terhadap kekerasan seksual, terhambatnya pemulihan, dan pemenuhan rasa adil korban, serta menguatnya impunitas pelaku kekerasan seksual.
"Selama tiga tahun penundaan pembahasan RUU P-KS juga telah terjadi 16.943 kasus kekerasan seksual. Artinya, jika terus ditunda, akan semakin banyak korban," tandasnya.
Seperti yang diberitakan, sebelumnya, Komisi VIII DPR menilai RUU P-KS berkaitan erat dengan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily menilai, RUU P-KS berkaitan erat dengan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Hal ini karena pengesahan RUU P-KS juga akan mengikuti pengesahan RKUHP yang tertunda.