Bandung, Gatra.com - Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian dan Perum Bulog mendukung Kementerian Pertanian (Kementan) yang gencar mempromosi konsumsi kedelai lokal yang kandungan proteinnya tinggi di masyarakat demi mengurangi ketergantungan pada kedelai impor.
Asisten Deputi Pangan dan Pertanian Kemenko Bidang Perekonomian, Darto Wahab, mengemukakan, kebutuhan untuk konsumsi masyarakat cukup tinggi sekitar 4,4 juta ton atau setara Rp20 triliun. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, harus didatangkan dari luar atau impor yakni Amerika Serikat (AS) sekitar 3,3 juta ton.
"Karena itu, pemerintah terus mendorong petani tanam kedelai yang kadar proteinnya lebih tinggi dibanding kedelai impor. Selanjutnya kita koneksikan dan promosikan untuk kebutuhan sehari-hari di rumah sakit, sekolahan, TNI Polri, hotel, cafe, dan komunitas khusus lainnya," kata Darto, saat menjadi pembicara pada Rapat Konsolidasi Kerja Sama Pengembangan Kedelai Lokal Non-GMO di Bandung, Senin kemarin (30/9).
Darto optimistis tren konsumsi kedelai lokal bisa semakin meningkat ketimbang produk impor. Pasalnya, selama ini petani sudah menanam kedelai lokal secara baik. Hanya saja, kedelai lokal yang ditanam petani kalah bersaing dengan kedelai impor. Sebab harga kedelai impor sangat murah Rp4.800 per kg. Sedangkan kedelai lokal Rp6.800 per kg.
"Namun melalui pasar khusus seperti rumah sakit, sekolahan, TNI, Polri, dan lainnya itu, petani akan terbantu dan masih bisa menjual dengan harga Rp6.800 perkilogram. Dengan pasar khusus perekonomian masyarakat, khususnya petani akan bergerak, pengepul dan industri hilirnya pun berkembang. Masyarakat yang mengonsumsi kedelai lokal juga sehat," ujarnya.
Dia juga mengatakan, potensi budidaya kedelai lokal cukup tinggi, pasarnya luas dan punya rasa khas serta menyehatkan. Sebanyak 72% kedelai lokal diproses di Jawa dan di tanam di Jawa. "Pasar yang besar juga di Jawa," kata Darto.
Jadi Sandaran Hidup 92 Ribu IKM
Darto menyatakan, kedelai tak sekadar sebagai pangan rakyat yang bergizi dengan harga murah. Kedelai juga menjadi sumber penghasilan masyarakat, sehingga 92 ribu Industri Kecil Menengah (IKM), 50%-nya berupa industri tempe dan 40%-nya industri tahu sangat tergantung bahan baku kedelai.
"Sisanya berupa industri kecap [10%], tauco, dan olahan lainnya juga sangat tergantung pada bahan baku kedelai," ujarnya.
Menurut Darto, sebagai sumber protein yang murah dibanding daging ayam, telor dan ikan, keberadaan kedelai lokal bisa dikembangkan secara baik dari hulu hingga hilir. IKM pun perlu jaminan bahan baku untuk keberlanjutan usahanya.
"Sebagai sumber protein yang murah, pemerintah perlu terus mendorong perluasan budidaya kedelai lokal," katanya.
Keberadaan kedelai lokal, juga bisa menghemat devisa negara, dan mengurangi risiko kelangkaan bahan baku. "Yang tak kalah penting dengan kedelai lokal bisa menyehatkan masyarakat," kata Darto.
Bulog Bisa Jadi Bufferstock Kedelai
Di tempat yang sama, Kepala Divisi Pengadaan Pangan Lain Perum Bulog, Yayat Hidayat Fatahilah, mengatakan, ke depan Bulog bisa jadi buffer stock kedelai. Sesuai regulasi pemerintah seperti yang termaktub dalam Inpres No.5 Tahun 2015, Bulog bisa beli beras ke petani dengan harga Rp7.300 per kg.
"Di kedelai pun kalau nanti sudah ada harga pembelian pemerintah, Bulog bisa beli kedelai ke petani dengan harga Rp8.500 per kilogram," katanya.
Yayat menambahkan, setelah ada ketentuan harga pembelian pemerintah yang nantinya diatur melalui Inpres, Bulog bisa membeli langsung kepada petani kedelai lokal. Selanjutnya, Bulog bisa menyalurkan kedelai lokal ke sejumlah pengrajin tahu dan tempe, koperasi, dan IKM lainnya.
"Saat ini, Bulog belum bisa leluasa karena dalam membeli kedelai hanya berdasarkan harga acuan pembelian dari Permendag," ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Suwandi, menegaskan, pihaknya terus mendorong kedelai lokal ini. Karena itu, ia mengaku menginisiasi Rakor menggandeng Bulog dan Kemenko Perekonomian tersebut untuk bersama-sama mecari strategi pengembangan kedelai lokal.
"Kedelai lokal bisa di-branding dan dijual khusus dengan harga mahal. Kedelai lokal yang ditanam petani bisa dijual ke rumah sakit, sekolah, panti jompo, dan konsumen khusus," katanya.
"Dari konsumen bersegmen khusus ini, harga jual petani akan tinggi dan memacu semangat petani menanam kedelai seluas-luasnya," tandas Suwandi.