Jambi, Gatra.com – Polemik penganggaran untuk pengawasan Pilkada tahun 2020 antara Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jambi dan Pemerintah Provinsi Jambi seperti tak berujung.
Bahkan, penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) yang ditawarkan Pemerintah Provinsi Jambi pada tanggal 30 September 2019 ditanggapi dingin oleh Bawaslu.
"Kita selama menganggap anggaran pengawasan belum layak, kita belum berani dan tidak ada kewajiban kita menandatangani itu," kata Anggota Bawaslu Provinsi Jambi, Rofiqoh kepada Gatra.com usai seminar nasional, kilas balik penyelesaian sengketa Pemilu dan penguatan penanganan penyelesaian sengketa, Minggu (29/9) malam.
Kepada Gatra.com, ia menjelaskan, pihaknya tidak bisa membayar jajaran Panwas sesuai dengan Permendagri, selama belum layak pihaknya sah-sah saja belum menandatangani NPHD
"Jadi tidak ada konsekuensi bagi kami, bahkan di beberapa daerah sudah ada merekomendasikan penundaan Pilkada, itu boleh-boleh saja karena menganggap Pemerintah belum mampu," ujarnya.
Apakah Bawaslu menganggap Pemprov Jambi tidak mampu membiayai penyelenggaraan Pilkada? Rofiqoh mengatakan, untuk Rp45 miliar yang Pemerintah tetap ngotot, pihaknya beranggapan kalaupun diterima itu tidak mampu membuat pengawasan dengan baik akan menjadi bumerang.
"Kalau itu tidak mampu membuat kita tidak mampu melakukan pengawasan dengan baik akan jadi bumerang bagi kita," katanya.
Bagaimana bila pada akhirnya Pemprov Jambi tetap ngotot bertahan pada angka Rp45 miliar, apakah pihaknya akan melakukan penundaan Pilkada? Rofiqoh masih enggan menjawab hal ini.
"Kita lihat saja nanti, yang jelas sampai detik ini kami berkomitmen belum menandatangani dulu kita masih berupaya, masih ada tahapan-tahapan, belum juga bertemu dengan DPRD," ucapnya.
Reporter: Muhammad Fayzal