Jakarta, Gatra.com - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengecam keras tindakan diskriminasi yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap jurnalis yang sedang bertugas di lapangan.
"AJI kemudian memposisikan polisi sebagai musuh kebebasan pers ya, karena pelakunya cukup dominan dalam beberapa waktu terakhir," kecam Ketua Bidang Advokasi AJI, Sasmito Madrim, di Kawasan Bundaran HI, Jakarta Pusat, Minggu (29/9).
Sasmito membeberkan, sepekan terakhir pihaknya sudah mencatat 14 kasus kekerasan terhadap insan pers. Dari total itu tercatat 10 jurnalis menjadi korban kekerasan sepanjang aksi 22-26 September di Jakarta dan di daerah lain seperti Palu dan Makassar.
Kemudian 3 jurnalis mengalami intimidasi saat meliput kerusuhan yang terjadi di Jayapura. Sementara satu jurnalis lainnya, merupakan pendiri WatchDoc Documentary Dandhy Dwi Laksono. Ia dikriminalisasi bahkan ditetapkan sebagai tersangka ujaran kebencian karena menyampaikan pendapat dan informasi melalui media sosial.
"Jurnalis salah satunya di Jayapura itu ada, koresponden Jakarta Post yang rumahnya digeledah hanya untuk mencari jurnalis," kata Sasmito
Untuk itu, Sasmito mendesak tegas supaya Kepolisian menindak tegas jajarannya yang melakukan tindakan kekerasan tersebut. "Mestinya ditindak hingga diadili di meja pengadilan," katanya.
Berkaca dalam beberapa kasus selama ini, Sasmito menilai persoalan kekerasan kepada jurnalis yang dilakukan aparat kepolisian tidak ada penyelesaian konkrit. Padahal tindakan diskriminatif tersebut kerap terjadi berulang.
"Beda dengan kasus yang melibatkan TNI, seperti kasus 2012 kalau tidak salah, ada anggota TNI yg melakukan tindak kekerasan terhadap jurnalis di medan, itu divonis 6 bulan," kata Sasmito memberikan contoh.
Selain itu pihaknya mengharapkan Kepolisian dapat menghormati MoU yang telah ditandatanganinya bersama Dewan Pers. Jika perlu menurutnya MoU itu segera ditingkatkan menjadi Peraturan Kapolri (Perkap). Sehingga jika tindakan kekerasan itu terulang kembali bisa langsung ditindak tegas serta diberi sanksi.