Padang, Gatra.com - Kerusuhan yang terjadi Wamena, Papua, Senin (23/9) dikabarkan sedikitnya 32 warga meninggal dunia. Ribuan orang mengungsi, ratusan rumah dan perkantoran dibakar. Hingga kini belum bisa dipastikan penyebab kerusuhan tersebut.
Dari 32 orang jumlah korban yang meninggal itu, sembilan diantaranya merupakan perantau yang berasal dari Provinsi Sumatra Barat (Sumbar). Mereka meninggal akibat perilaku kejam dan tidak beradab dalam kerusuhan berdarah tersebut.
Menyikapi peristiwa itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Padang, mengutuk perbuatan tidak berkeprimanusiaan itu. Kendati demikian, AJI mengingatkan jurnalis di setiap media untuk lebih hati-hati dalam pemberitaan. Tujuannya, agar suasana tidak semakin bergejolak.
"Kita tentu sedih dan bersimpati kepada korban, apalagi kondisi keamanan belum terjamin di Wamena. Tapi kita perlu mengingatkan media, hati-hati dalam pemberitaan," kata Ketua AJI Padang, Andika D Khagen dalam keterangan pers yang diterima Gatra.com, Sabtu (28/9) di Padang.
Dalam keterangan pers itu, AJI Padang menilai, media dibutuhkan untuk ikut dalam menciptakan kondisi yang tenang. Jangan sampai dalam pemberitaan justru semakin memperkeruh suasana. Maka untuk itu, pemberitaan kerusuhan di Wamena tidak boleh terlalu vulgar.
AJI Padang juga mengakui, bahwa ada laporan telah terjadinya pertikaian antara sekelompok penduduk lokal dengan pendatang di Wamena. Meskipun begitu, penyajian berita secara terang-terangan terkait unsur Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) perlu lebih diperhatikan.
Terakhir, Andika juga menjelaskan, hal di atas termuat dalam Kode Etik Jurnalistik Pasal 8, yakni "wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi, terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa, atau cacat jasmani," jelasnya.