Jakarta, Gatra.com - Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Karantina Pertanian Tanjung Priok melepas 197,5 ton ekspor produk olahan kakao berupa bubuk dan cacao butter tujuan Amerika Serikat (AS), Brazil, dan Pakistan senilai Rp9,57 miliar.
Indonesia merupakan negara penghasil kakao ketiga terbesar di dunia, setelah Pantai Gading dan Ghana. Dengan kapasitas produksi biji kakao yang besar, tentunya menjadikan industri pengolahan kakao menjadi sangat potensial untuk dikembangkan di Tanah Air.
"Kami sangat mendukung tumbuhnya industri kakao Indonesia, kita harus naik kelas, yang kita ekspor tidak lagi hanya biji kakao mentah, namun harus berupa olahannya," kata Ali Jamil, Kepala Badan Karantina Pertanian, dalam keterangan tertulis, Sabtu (28/9).
Berdasarkan data dari sistem IQFAST di Karantina Pertanian Tanjung Priok selama bulan September 2019, ekspor produk olahan kakao (kakao bubuk, kakao pasta, cocoa butter) mencapai 880,5 ton senilai Rp38 miliar.
Jamil menjelaskan bahwa salah satu contoh dukungan yang diberikan Barantan dalam mendorong akselerasi ekspor produk olahan kakao Indonesia adalah eksportir produk olahan kakao PT BT Cacao telah mendapatkan fasilitas Inline Inspection.
Inline Inspection adalah fasilitas yang diberikan Barantan kepada perusahaan yang alur produksinya telah memenuhi standar pemeriksaan karantina sehingga petugas karantina tidak perlu lagi melakukan pemeriksaan fisik setiap waktu pengiriman ekspor. Akan tetapi, petugas karantina hanya memonitoring proses alur produksi secara berkala di gudang milik perusahaan eksportir.
Selain inline inspection, rumah produksi PT BT Cacao juga telah ditetapkan sebagai Tempat Pemeriksaan Lain. Artinya, proses monitoring gudang hanya dilakukan setiap 2 pekan sekali saja.
"Ini suatu kemudahan yang menguntungkan bagi para eksportir. Setiap shipment tidak perlu lagi ada bongkar muat di area pelabuhan, dari gudang bisa langsung masuk ke kapal," ujar Jamil.
Karantina Pertanian sebagai Fasilitator Perdagangan Produk Pertanian
Kepala Karantina Pertanian Tanjung Priok, Purwo Widiarto, yang turut mendampingi dan melepas ekspor produk pertanian melalui Pelabuhan Tanjung Priok, menyampaikan bahwa selain produk olahan kakao, komoditas pertanian yang diekspor melalui Pelabuhan Tanjung Priok kali ini meliputi karet lembaran dengan volume 60.48 ton tujuan Latvia dan minyak kelapa dengan volume 30.40 ton tujuan Tiongkok.
Sementara dari sektor peternakan, ada Duck Down Jacket dengan volume 2,39 ton tujuan Selandia Baru dan Australia; Wahed Duck Feather dengan volume 9.70 ton tujuan Tiongkok dan produk susu berupa Keju dan Susu UHT dengan volume 29 ton tujuan Malaysia dan Philiphina yang total nilai ekonominya sebesar Rp4,93 miliar.
Selaku fasilitator perdagangan produk pertanian, Badan Karantina Pertanian lakukan inovasi dan layanan yang bermuara pada percepatan proses bisnis ekspor produk pertanian.
Sesuai dengan aturan perdagangan internasional, maka bagi negara tujuan ekspor yang menpersyaratkan surat kesehatan hewan dan atau tumbuhan, Barantan selalu otoritas karantina siap memfasilitasinya.
"Sesuai instruksi Menteri Pertanian, kami gelar 'karpet merah' bagi eksportir juga investor produk pertanian," kata Jamil.