Home Kesehatan Tantangan KB-Kespro Jadi Bahasan Konferensi Dunia di Sleman

Tantangan KB-Kespro Jadi Bahasan Konferensi Dunia di Sleman

Sleman, Gatra.com - Pada 2018 - 2019 angka kematian ibu di Indonesia masih tetap tinggi. Jumlahnya mencapai 305 per 1000 kelahiran hidup. Indonesia juga menghadapi masalah pernikahan anak, kehamilan yang tidak direncanakan, dan persalinan di usia remaja, 15-19 tahun. Program Keluarga Berencana (KB) pun menghadapi sejumlah tantangan.

Untuk merespons sejumlah fenomena itu, konferensi internasional tentang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (International Cenference Indonesia Family Planning and Reproductive Health/ ICIFPRH) digelar untuk pertama kali. Acara ini digelar di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, 30 September hingga 2 Oktober 2019.

Tujuan konferensi ini menjadi wadah diskusi tingkat nasional dan internasional mengenai program keluarga berencana dan kesehatan reproduksi agar dapat berperan menurunkan angka kematian ibu dan anak di Indonesia.

“Kami bersemangat untuk membicarakan berbagai gagasan, pemikiran, praktik lapangan, dan kebijakan yang akan dikemukakan oleh para akademisi, peneliti, petugas lapangan, LSM dan pengambil kebijakan di tingkat nasional maupun internasional,” kata Direktur Eksekutif ICIFPRH, Amala Rahmah, yang juga Kepala Perwakilan Rutgers WPF Indonesia, Sabtu (28/9).

Konferensi ini digelar sebagai kemitraan antara Kementerian Kesehatan Indonesia bersama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Ajang ini akan dihadiri para cendekiawan, pakar kesehatan dan pembangunan, penyelenggara program, pembuat kebijakan, berbagai badan khusus PBB, lembaga donor nasional dan internasional, organisasi masyarakat sipil, tokoh masyarakat dan tokoh agama, serta pemuda dan mahasiswa.

Mereka akan membahas berbagai cara untuk memajukan program Keluarga Berencana dan kesehatan reproduksi di Indonesia. Program Keluarga Berencana di Indonesia pernah mengalami masa keemasan pada akhir 1970-an hingga tahun 2001. Namun, ketika sistem desentralisasi diterapkan pada 2001, program Keluarga Berencana mengalami kemunduran.

Jumlah pengguna kontrasepsi yang telah mencapai 60 persen dan angka kelahiran total yang telah berkurang hingga setengahnya, dari 5,2 menjadi 2,6 per wanita, pun menjadi stagnan dan tidak menunjukkan perubahan lebih lanjut hingga hampir dua dekade.

Kepala Perwakilan Johns Hopkins Center for Communication Program (JHCCP) Indonesia Fitri Putjuk menambahkan, konferensi ini juga menjadi ajang interaksi dan diskusi tentang berbagai inisiatif yang telah atau sedang dilaksanakan dengan tujuan agar program Keluarga Berencana, kesehatan dan kesejahteraan ibu serta anak di Indonesia di tengah beragam tantangan.

“Mari kita belajar dari masa lampau, dan memusatkan perhatian kita pada masa sekarang dan mendatang. Hal-hal yang telah berlalu perlu menjadi pembelajaran, tapi bukan masalah utama,” ujarnya.

Sebelum konferensi, pada 28-29 September digelar berbagai acara seperti leatihan media, remaja, dan guru di bidang keluarga berencana, hak seksual, dan kesehatan.

Sekitar 800 peserta akan hadir di koneferensi yang diketuai oleh Siswanto Agus Wilopo dari Pusat Kesehatan Reproduksi Universitas Gadjah Mada. Agenda ini diprakarsai oleh konsorsium “Juara Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi di Indonesia”.

Anggota konsorsium terdiri dari UNFPA, Rutgers Indonesia, Johns Hopkins Center for Communication Program (JHCCP), Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pusat Kesehatan Reproduksi Universitas Gadjah Mada, ThinkWell, Yayasan Cipta, Yayasan Kesehatan Perempuan, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), dan Lembaga Demografi Universitas Indonesia.

290