Jakarta, Gatra.com - Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno menyebut permintaan Komisi III agar Presiden Jokowi bersikap tegas mencopot Menko Polhukam, Wiranto karena gagal melakukan antisipasi terhadap persoalan politik dan keamanan di Indonesia adalah ungkapan marah sesaat.
Hal tersebut dikarenakan, waktu jabatan dari Menko Polhukam, Wiranto sudah sangat sempit dan sebentar lagi akan berakhir. "Permintaan mundur itu hanya ungkapan marah sesaat saja gitu, karena enggak rasional juga di waktu yang sempit ini karrna masa jabatannya juga sebentar lagi akan berakhir," kata Adi saat dihubungi Gatra.com, Sabtu (28/9).
Seperti yang diketahui, unjuk rasa menolak pengesahan perubahan serangkaian undang-undang menelan dua korban nyawa di Kendari, Sulawesi Tenggara. Diketahui Muh Yusuf Kardawi (19) yang menjadi korban dalam aksi demonstrasi di gedung DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra). Yusuf tercatat sebagai mahasiswa jurusan Teknik D-3 Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, ini mengalami perdarahan dan meninggal dunia sekitar pukul 04:00 Wita, pada Jumat (27/9).
Sehari sebelumnya pada (26/9) Randi (21) yang juga berstatus mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan UHO dilaporkan tewas, karena diduga tertembak saat aksi demo berlangsung.
Meskipun unjuk rasa telah menimbulkan korban, Adi mengatakan, tak ada gunanya juga meminta Menko Polhukam mundur. "Yang paling penting adalah pemerintah mau bertanggung jawab atas kematian korban. Seminimal mungkin adalah permintaan maaf dari Menko Polhuam," katanya.
Langkah tersebut sebagai suatu bentuk empati terhadap korban di Kendari. "Ini kematian yang enggak wajar soalnya. Orang demonstrasi protes tapi harus kehilangan nyawa. Ini penting untuk menyampainan rasa duka dan bela sungkawa bahwa kejadian seperti ini harus dikutuk," jelasnya.
Selain permintaan maaf, Adi mengatakan yang harus dilakukan pemerintah adalah mengusut tuntas siapa pihak yang bertanggung jawab melakukan penembakan atau penganiasyaan yang kemudian menimbulkan korban jiwa dan harus diberikan hukuman yang setimpal sesuai prosedur yang ada.
"Untuk memenuhi rasa keadilan publik sebenarnya. Sehingga tidak ada oknum tertentu yang merasa kebal di muka hukum," ucapnya.
Sebagai informasi, diketahui Wakil Ketua Komisi III DPR Erma Suryani Ranik meminta Presiden bersikap tegas mencopot Menko Polhukam, Wiranto, karena terbukti gagal dalam melakukan antisipasi terhadap persoalan politik dan keamanan di Indonesia.
“Aksi demonstrasi di seluruh Indonesia yang berujung dengan tewasnya 2 orang mahasiswa di Sulawesi Tenggara, maka dengan ini kami selaku anggota komisi hukum DPR, meminta kepada presiden Joko widodo mencopot Menkopolhukam Wiranto,” kata Erma dalam siaran persnya yang diterima Gatra.com, Jumat (27/9).
Anggota Fraksi partai Demokrat ini juga meminta Kapolri untuk mengusut tuntas peristiwa yang terjadi di Kendari, Sulawesi Tenggara.
“Siapa aparat yang terlibat. Peluru apa yang telah membunuh adik adik mahasiswa. Jika polisi menggunakan peluru karet. Mahasiswa pasti tidak akan mati,” katanya.
Erma juga meminta Kapolri untuk mencopot Kapolda Sulawesi Tenggara karena terbukti tidak profesional dalam menangani aksi demonstrasi.
“Menangani aksi aksi demonstrasi dan kritik terhadap pemerintah, jangan dilakukan dengan kekerasan dan represif. Hindari karena akan menimbulkan korban. Indonesia adalah negara demokrasi,” katanya.