Jakarta, Gatra.com - Kepala Kepolsian Republik Indonesia (Kapolri) Tito Karnavian mengatakan, pola rangkaian demonstrasi menolak perubahan undang-undang pada 23-25 September di Gedung DPR/MPR yang berujung rusuh dan brutal seperti penggunaan bom molotov, pembakaran pos polisi, dan menggunakan batu sebagai senjata adalah hal yang salah.
Kapolri mengatakan pola kerusuhan tersebut mirip dengan pola kerusuhan 21-23 Mei yang lalu yang tersusun sistematis.
"Dimulai sore hari dan berlangsung sampai malam hari. Ini terlihat cukup sistematis. Artinya ada pihak-pihak yang mengatur itu," kata Tito di kantor KemenkoPolhukam, Kamis (26/9)
Sampai hari ini, kata Tito, sudah melakukan penangkapan terhadap 200 orang yang diduga perusuh dan membawa senjata bom molotov. Yang diamankan juga sebagian diantaranya bukan mahasiswa dan pelajar. Bahkan, ada massa bayaran.
"Kita sudah melakukan penangkapan di Polda Metro Jaya lebih dari 200 yang ditangkap, diantaranya bawa molotov, bukan mahasiswa. Ditangkap juga sebagian diantaranya bukan mahasiswa dan pelajar, mereka masyarakat umum yang ketika ditanya juga dalam rangka apa aksi itu, gak ngerti isinya, gak ngerti. Bahkan diantaranya ada yang mereka mendapat bayaran," katanya.
Melihat aksi demonstrasi yang semula menyuarakan aspirasi damai berubah dengan cara anarkis inkonstitusional yang melanggar prinsip hukum dan demokrasi.
Kapolri mengatakan aparat keamanan akan bertindak tegas. Dalam menghadapi aksi anarkis dan pelanggaran hukum, Polri dan TNI kompak memberikan pengamanan.
"Dimana pun juga aksi pelanggaran hukum anarkis kekerasan apa lagi mentup jalan itu merugikan masyarakat, banyak sekali yang merasa terganggu laporan kekita dengan adanya jalan ditutup oleh pelaku-pelaku. Ini bukan pelaku unjuk rasa lagi tapi kita sebut pelaku perusuh, mereka pelanggar hukum," katanya.