Jakarta, Gatra.com - Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Tito Karnavian mengatakan telah memberikan komando kepada seluruh jajaran dan personilnya untuk tidak menggunakan senjata tajam dalam mengamankan rangkaian unjuk rasa menolak rancangan undang-undang KUHP dan RUU KPK di seluruh Indonesia.
Tito menjelaskan, personilnya masih diperbolehkan untuk bersiaga menggunakan perangkat keamanan seperti tameng helm, tongkat, kemudian water cannon, gas air mata.
Ia menegaskan personilnya pun adalah manusia biasa yang bisa terluka.
"Persoalannya kita juga petugas, kita adalah manusia. Mereka bukan robot yang terbuat dari besi. Mereka juga manusia yang juga kalau terkena benda-benda yang berbahaya juga bisa membahayakan keselamatan jiwa mereka," kata Tito di kantor KemenkoPolhukam, Jakarta Pusat, Kamis (26/9).
Menurut Tito, masyarakat banyak yang menyepelekan misalnya dalam melakukan rusuh dan melempar batu. Seakan-akan masyarakat mengasumsikan bahwa personil polisi adalah orang yang kebal.
"Cuma melempar batu saja kenapa kok sampai ditangkap. Ya batunya sebesar apa dulu. Kalau sebesar batu cincin ya mungkin gapapa," katanya.
Tito memberikan contoh kasus yang menimpa aparat di Wonogiri yaitu AKBP Aditya yang ditimpuki batu sebesar konblok hingga mengalami retak kepala dan harus dirawat intensif hingga hari ini hampir 4 bulan menjalani perawatan belum pulih.
Kapolri pun juga mencontohkan kasus yang menimpa personil kepolisian Cianjur yang terbakar seluruh tubuhnya.
"Sampai sekarang Kapolri masih berduka dengan peristiwa ini. Dia gak bawa tameng, tidak bawa tongkat, tidak menggunakan helm, sehingga dia menjadi korban," tuturnya.
Tito menekankan, dalam konteks demo yang berujung anarkis, massa bukan lagi pengunjuk rasa. Tetapi perusuh yang melakukan aksi kejahatan. Aparat keamanan baik Polri dan TNI juga berhak untuk melindungi dirinya.
"Otomatis aparat keamanan baik Polri dan TNI juga berhak untuk melindungi dirinya," katanya.