Jakarta, Gatra.com - Direktur Eksekutif Lokataru, Haris Azhar sebut rezim Joko Widodo semakin otoriter. Bahkan sampai di lingkungan pendidikan tinggi.
Hal itu diungkapkannya menanggapi wacana dari Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir yang mengatakan akan memberikan sanksi bagi rektor ataupun dosen yang kedapatan secara terbuka mengerahkan para mahasiswanya untuk ikut dalam aksi di Gedung DPR, 24-25 September 2019 lalu.
Bahkan Haris menuding Nasir ikut-ikutan menjadi agen represif yang menggunakan kewenangannya untuk membungkam suara dari mahasiswa.
Baca Juga: Menristekdikti Minta Aksi Mahasiswa Jangan Dipolitisasir
"Ciri-ciri otoritarianisme adalah menggunakan segala cara untuk menghalau, menekan, atau melawan suara publik. Dalam hal ini Menristekdikti sudah jadi agen represif," ujar Aktivis HAM tersebut saat dikonfirmasi Gatra.com di Jakarta, Kamis (26/9).
Ia sangat menyayangkan sikap yang ditunjukan oleh Menristekdikti. Pasalnya tugas utama dari Kementerian yang dipimpinnya adalah meningkatkan mutu kualitas perguruan tinggi.
Padahal, lanjut Haris, aksi mahasiswa adalah menyuarakan penolakan atas sejumlah legislasi bermasalah. Diantarnya penolakan atas pengesahan RUU KPK, RKUHP, dan RUU Pertanahan. Hal itu menurutnya sebagai wujud dari intelektualitas.
Baca Juga: Hoaks! Ajakan ke Pelajar DIY untuk Demo ‘Indonesia Bergerak’
Sehingga Haris beranggapan bahwa sikap yang ditunjukkan oleh Nasir sebagai bentuk paranoid. Ia menuding Nasir sebagai orang yang takut kehilangan kekuasaan, sehingga bersikap tidak demokratis menjawab masalah yang muncul.
"Jika kampus diminta cegah mahasiswa demonstrasi itu adalah bentuk pengkhianatan Menristekdikti pada kecerdasan mahasiswa," tambahnya.