Jakarta, Gatra.com - Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan Mahfud MD menjelaskan bahwa mahasiswa dapat melakukan beberapa opsi agar tuntutannya bisa dipenuhi. Meski, kata Mahfud, kecil kemungkinan agar tuntutan itu bisa dipenuhi semua.
"Sisanya adalah soal pencabutan revisi Undang-Undang KPK yang sudah disetujui oleh pemerintah dan DPR tapi belum ditandatangani oleh Presiden," ujarnya di Jakarta (26/9).
Menurutnya, ada beberapa opsi yang bisa ditempuh dengan kepala dingin. Pertama, sambung Mahfud, adalah yang paling soft dan prosedural, upaya perubahan itu bisa dilakukan melalui legislatif review. Artinya disahkan saja dulu kemudian tidak lama sesudah itu diagendakan di dalam Prolegnas untuk dibahas kembali periode selanjutnya.
"Itu tidak akan menimbulkan keributan. Itu proses legislasi biasa dan bisa diprioritaskan nanti pada awal pemerintahan," imbuhnya.
Kedua, yaitu judicial review, yaitu meminta Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan. Itu, katanya, adalah jalan konstitusional yang bagus. Tapi, lanjut Mahfud, judicial review juga belum tentu mulus karena MK itu tidak boleh membatalkan satu undang-undang yang tidak disukai orang tapi tidak melanggar konstitusi. Sehingga MK bisa menyatakan bahwa itu urusan DPR dan pemerintah dan kembali ke legislative review lagi.
Ketiga, yang banyak dituntut sekarang ini, opsi yang mungkin sangat-sangat terpaksa adalah, ujar Mahfud, menuntut presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
"Kalau memang terpaksa, misalnya, pilihannya pada Perppu, ya, bisa saja. Tapi memang beresiko," tambahnya.
Resiko tersebut, lanjut Mahfud, karena Perppu, pada masa sidang berikutnya, bisa ditolak karena pada UUD Pasal 22 ayat 2 mengatakan bahwa Perppu dibahas oleh DPR pada masa sidang berikutnya. Lalu di Ayat 3 mengatakan bahwa DPR bisa menentukan apakah Perppu itu ditolak atau diterima.
"Jadi bisa ditolak juga," singkatnya.