Palembang, Gatra.com – Organisasi Walhi, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palembang dan jaringan advokasi lainnya mengecam tindakan represif dari aparat kepolisian saat aksi mahasiswa di gedung DPRD Sumsel, Selasa (24/9) kemarin.
Bersama dengan jaringan masyarakat sipil anti kekerasan lainnya membuka posko pengaduan terhadap para korban yang terluka saat aksi tersebut.
Dikatakan Direktur Eksekutif Walhi, Hairul Sobri, tindakan represif yang dilakukan aparat kepolisian terhadap mahasiswa sudah menelan korban. Sebanyak puluhan mahasiswa menjadi korban atas kejadian represif kepolisian baik kekerasan fisik dan psikologis. “Mahasiswa mengalami pemukulan. Banyak foto-foto dan video yang beredar memperlihatkan bagaimana kericuhan dan tindakan pengamanan yang dilakukan aparat kepolisian. Kami mengecam tindakan tersebut,” ujarnya, Rabu (25/9).
baca juga : https://www.gatra.com/detail/news/446877/politik/aksi-revisi-uu-kpk-di-sumsel-47-mahasiswa-terluka
Aksi dilakukan mahasiswa merupakan aksi damai. Para mahasiswa berkeinginan menyampaikan aspirasi guna mengawal kehidupan demokrasi dan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dan wakil rakyat. Penolakan terhadap UU KPK hasil revisi dan UU yang kontroversial lainnya ialah sikap yang memperlihatkan bagaimana mahasiswa berkeinginan mewujudkan tatanan kehidupan demokrasi yang lebih baik di bangsa ini.
Posko menerima informasi, pada kejadiaan aksi dengan 13 tuntutan kepentingan rakyat, terjadi kericuhan, sebanyak 49 mahasiswa terluka. Walhi, kata Hairul, juga tergabung dalam aksi tersebut. “Kawan-kawan Walhi juga berada di lapangan saat aksi tersebut, bagaimana kericuhan dan pemukulan yang dilakukan oleh aparat kepolisian,” sambung Hairul.
Bertepatan dengan peringatan hari tani yang menjadi repleksi perjuangan demokrasi atas tanah dan reforma agraria, mahasiswa telah menjalankan perannya sebagai bagian dari pilar demokrasi.
baca juga : https://www.gatra.com/detail/news/446973/politik/-hari-tani-kpa-pertanyakan-gugus-reforma-agraria-di-sumsel
Adapun para korban kini dirawat di tiga rumah sakit berbeda, diantaranya RS Charitas sebanyak 28 orang, RS AK Gani sebanyak 8 orang dan RS Muhammadiyah sebanyak 13 orang. Karena itu, jaringan masyarakat sipil di Sumsel, terutama di Palembang membuka posko pengaduan dan advokasi terhadap para korban mahasiswa, dan masyarakat sipil lainnya atas tindakan represif kepolisian. “Walhi Sumsel, LBH Palembang, jaringan advokasi membuka posko pendampingan hukum, posko pengaduan kekerasan aparatur negara,”pungkasnya.