Pekanbaru, Gatra.com - Tak kurang dari 46 orang mahasiswa asal Malaysia yang kuliah di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru memilih pulang ke kampung halamannya. Mereka meninggalkan Riau dengan keluhan kabut asap.
Alya Najeeba 20 tahun, satu dari 46 mahasiswa itu mengeluhkan sejumlah penyakit yang dideritanya selama kabut asap melanda Pekanbaru. Itulah makanya dia memilih balik kampung selama sepekan. Kebetulan, kampus lagi libur pula.
"Dada saya sakit, batuk, dan sesak nafas," ujar Alya di Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, Rabu (25/9).
Pantauan Gatra.com di Bandara, seorang perempuan dan seorang lelaki nampak memberikan pengarahan kepada para mahasiswa itu. Keduanya ternyata konsulat Malaysia yang ada di Pekanbaru dan mengunci mulut kepada wartawan.
"Hasil pantauan saja ya," kata perempuan itu kepada Gatra.com, singkat.
Pemerintah Malaysia mengevakuasi mahasiswanya dari Riau dan daerah lain yang terdampak kabut asap. Mahasiswa di Jambi juga disuruh pulang.
Evakuasi itu dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri, Badan Pengurusan Bencana Negara (NADMA) dan badan lain yang berkaitan, termasuk Majelis Keselamatan Negara (MKN) dan Kementerian Pendidikan Malaysia (KPM).
Dari data yang mereka sodorkan, jumlah mahasiswa asal Malaysia di Riau dan Jambi ada sekitar 300 orang. Sebagian kecil mahasiswa itu ada yang memilih tetap bertahan.
Sebelumnya, Pemprov Riau menyatakan Darurat Pencemaran Udara. Status darurat itu berlaku dari 23 hingga 30 September 2019.
Tapi, baru hitungan jam status itu diumumkan, hujan sudah langsung mengguyur Riau. BMKG Pekanbaru pun menyebut, pasca diguyur hujan, kualitas udara terus membaik. Kadar partikulat konsentrasi PM10 berada di angka 72.35 ugram/m3. Angka itu menjadi pertanda kalau kualitas udara di Pekanbaru berada di level sedang.
Lantas yang kemudian menjadi pertanyaan, kenapa disaat kualitas udara Pekanbaru mulai membaik Malaysia justru baru mengevakuasi mahasiswanya?