Jakarta, Gatra.com – Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono mengatakan ada dua hal penting yang dapat mengakselerasi perkembangan program dan kebijakan inklusi keuangan.
Pertama, industri perlu memastikan bahwa layanan keuangan yang ada saat ini telah dioptimisasi agar benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kedua, perlindungan konsumen serta literasi keuangan perlu ditingkatkan.
“Jangan sampai kelompok masyarakat yang diprioritaskan untuk mendapat akses terhadap layanan keuangan formal justru dirampas hak-haknya akan layanan keuangan yang aman, terjangkau dan efisien,” katanya saat acara Indonesia Financial Inclusion Forum (IFIF) 2019 di Jakarta (25/9).
Susiwijono mengklaim dengan adanya Peraturan Presiden No.82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI), masyarakat prasejahtera semakin mudah dan aman menerima bantuan sosial dengan penyaluran secara nontunai.
Program yang dinamai “Program Keluarga Harapan dan Bantuan Pangan Non Tunai” ini telah membuat jutaan rumah tangga berpenghasilan rendah dapat lebih mudah mengakses bank. Saat ini diperkirakan sekitar 15 juta rekening tabungan untuk penyaluran bantuan sosial telah dibuka.
Di samping itu, kata Susiwijono, banyak pelaku usaha mikro dan kecil yang telah mampu mengakses pinjaman secara mudah dan murah dari lembaga yang kredibel. “Mulai dari Kredit Usaha Rakyat, kredit Ultra Mikro, hingga program sertifikasi lahan terintegrasi (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap atau PTSL),” katanya.
Seperti diketahui, pemerintah mentargetkan tingkat inklusi keuangan nasional hingga akhir tahun ini sebesar 75%. Hanya saja, target tersebut masih sulit dicapai. Adapun estimasi tingkat inklusi keuangan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebesar 65%.
Editor: Hendry Roris Sianturi