Jakarta, Gatra.com - Keluarga korban penembakan tahun 2012 lalu merasa ngeri setelah melihat cuplikan atau thriller film Joker terbaru. Hal itu dikarenakan banyaknya adegan kekerasan yang menggunakan senjata api dalam film tersebut. Seperti dilansir BBC News, Rabu (25/9), salah satu yang merasa ngeri atas thriler film Joker terbaru ialah Jessica Ghawi (24), putri dari korban tembak bernama Sandy Phillips.
Pada 20 Juli 2012, James Holmes, 27 tahun, mengenakan pakaian serba hitam ala Batman menyusup pada pemutaran perdana film The Dark Knight Rises di sebuah bioskop Cinemark di Aurora, Colorado. Dia kemudian melepaskan tembakan membabi-buta ke arah penonton yang menewaskan 12 orang dan melukai 58 lainnya. Serangan tersebut diliput oleh media di seluruh dunia dan menjadi salah satu pembunuhan massal terparah dalam sejarah modern Amerika Serikat.
Ghawi mengatakan, saat itu ibu dan ayahnya Lonnie Phillips yang mengelola Survivors Empowered, sebuah kelompok anti-gun, terperangkap dalam penembakan 2012. Sebelum akhirnya, ibu dan ayah Ghawi bersama tiga kerabatnya yang lain tertembak, terluka, bahkan sampai meninggal dalam tragedi itu.
Pun dengan Nyonya Philips yang merupakan korban selamat dari tragedi penembakan itu merasa ngeri dan marah setelah melihat thriler film. "Ketika saya pertama kali melihat trailer film tersebut, saya benar-benar ngeri. Dan kemudian ketika saya menggali sedikit lebih dalam dan menemukan bahwa ada kekerasan yang tidak perlu dalam film, itu hanya membuat saya merinding," ujar dia.
Sementara itu, Nyonya Philips mengaku, bahwa pihaknya marah karena Warner Bross, sebagai rumah produksi tidak bertanggung jawab dan tidak juga memiliki kepedulian terhadap publik.
Oleh karenanya, dia dan korban lainnya memutuskan untuk mendesak Warner Bross untuk bergabung dengan mereka, dalam aksi melawan kekerasan senjata. Desakan itu sendiri disampaikan oleh para korban penembakan melalui surat yang dikirimkan kepada Warner Bross.
"Ketika kami mengetahui bahwa Warner Bros merilis film berjudul Joker yang menghadirkan karakter sebagai protagonis dengan kisah asal yang simpatik, itu membuat kami terdiam. Kami mendukung hak Anda untuk kebebasan berbicara dan berekspresi. Tetapi, seperti orang yang pernah melihat film buku komik dapat memberi tahu Anda: dengan kekuatan besar ada tanggung jawab besar. Itulah sebabnya kami meminta Anda untuk menggunakan platform besar Anda dan pengaruhnya untuk bergabunglah dengan kami dalam perjuangan kami untuk membangun komunitas yang lebih aman dengan lebih sedikit senjata," tulis para korban dalam surat itu.
Di sisi lain, pemeran utama Film Joker, Phoenix menuturkan, pihaknya tidak pernah memikirkan lebih jauh tentang adegan kekerasan dalam film yang diperankannya itu. Dia bahkan baru menyadari, apa yang mungkin saja terjadi di masa depan nanti akibat film Joker.
Warner Bros dalam tanggapannya mengatakan: "Jangan salah, baik karakter fiksi Joker, maupun filmnya, tidak mendukung kekerasan di dunia nyata dalam bentuk apa pun. Bukan tujuan film, pembuat film atau studio untuk mempertahankan karakter ini sebagai seorang pahlawan."