Federal Reserve kucurkan duit US$53 miliar untuk mengembalikan likuiditas perbankan. The Fed beraksi dengan membeli kembali obligasi dan menurunkan suku bunga. Diikuti negara lain.
Pemain saham di bursa New York Stock Exchange, New York, Amerika Serikat, mulai lega. Pasar modal pun kembali bergairah. Indeks harga saham gabungan (IHSG) NYSE pada pekan ketiga bulan ini sudah menembus ke angka 285,0. Padahal pada dua pekan sebelumnya, IHSG NYSE turun di bawah angka 270.
Naiknya saham NYSE tidak terlepas dari upaya The Federal Reserve (The Fed), bank sentral AS, untuk membeli kembali obligasi dan surat berharga lain yang diborong investor sebelumnya.
Untuk keperluan itu, The Fed mengumumkan telah mengelontorkan dana sebesar US$53 miliar. Tujuannya, untuk mengurangi tekanan di pasar uang dengan menurunkan suku bunga pinjaman bank sentral kepada perbankan dalam semalam (overnight repo rate).
John Williams, kepala The Fed cabang New York, punya alasan untuk mengambil risiko itu. "Kami siap untuk peristiwa semacam itu, bertindak cepat dan tepat, dan tindakan kami berhasil," katanya seperti dilansir laman CNN, pekan lalu.
Langkah The Fed New York langsung direspons pasar. Bunga repo overnight (bunga pinjaman antarbank semalam) yang semula menembus 10%, langsung turun kembali menjadi 2,25%, seperti bunga maksimal yang dipatok The Fed. Para investor pun lega karena tidak lagi kesulitan meminjam uang kepada bank untuk mengelola dananya, termasuk bermain di pasar modal.
Tindakan The Fed ini dipicu oleh kejadian dua pekan lalu. Ketika itu, bunga repo overnight masih rendah. Banyak investor, termasuk perbankan, memanfaatkan dengan mendapatkan pinjaman treasury, yaitu dana bank sentral yang diperdagangkan melalui bank.
Investor meminjam duit dari bank untuk membeli obligasi dan surat berharga lain. Namun masalahnya, pada saat bersamaan, banyak perusahaan AS yang menarik sejumlah besar uang yang ditanam di bank untuk membayar pajak triwulan kepada Departemen Keuangan AS. Ini memaksa bank menarik cadangan duitnya di The Fed. Bank juga menunda pencairan pinjaman kepada debitur.
Namun, karena uang yang diajukan bank sangat banyak, bunga repo pun merangkak naik dari 2,29% menjadi 10% –sesuai mekanisme pasar. Ini berdampak pada likuiditas perbankan di pasar keuangan.
Rupanya, kejadian itu di luar perkiraan The Fed New York dan telat diantisipasi. Untuk mengurangi tekanan tersebut, The Fed tersebut terpaksa mengeluarkan dana sebesar itu hingga 10 Oktober nanti. The Fed juga berjanji akan mengucurkan dana tambahan sebesar US$75 miliar.
***
Aksi finansial The Fed ini terhitung mengejutkan dan baru pertama kali sejak krisis keuangan melanda AS pada 2008. “Ini belum pernah terjadi sebelumnya, setidaknya di era pasca-krisis,” kata ahli strategi suku bunga di Bank of America Merrill Lynch, Mark Cabana.
Gubernur The Fed, Jerome Powell, menjamin bahwa kekacauan pasar ini tidak berdampak pada ekonomi AS. Meski begitu, pihaknya akan meninjau kebijakan neraca perbankan pada pertemuan berikutnya.
Selain akan melakukan pembelian kembali obligasi, The Fed juga akan memangkas suku bunga yang dikenakan kepada bank untuk kelebihan cadangan yang diparkir di bank sentral, sebesar 5 basis point. Biasanya, bank harus membayar bunga 1,8% bila menaruh kelebihan duit di The Fed.
Sejumlah pihak mengapresiasi langkah The Fed itu. Jika tidak, dampaknya akan melebar. Apalagi, “negeri Paman Sam” ini masih didera ancaman resesi global sebagai buntut perang dagang AS-Cina yang belum kunjung usai.
Redaktur: Aries Kelana
BI Ikut Turunkan Suku Bunga
Selain mengatasi masalah perbankan, The Fed juga melakukan upaya untuk memperbaiki perekonomian Amerika Serikat. Yaitu menurunkan kembali suku bunga dari 2,25% menjadi 1,75 atau 2%. Tujuannya tak lain untuk menghidupkan perekonomian AS yang tengah dilanda resesi, juga mengembalikan minat investor bermain di pasar modal.
Ini aksi The Fed kedua dalam rentang dua bulan. Rencananya, pemotongan berikutnya akan dilakukan Desember nanti. “The Fed akan mengambil langkah sesuai kebutuhan,” kata Gubernur The Fed, Jerome Powell.
Penurunan suku bunga itu karuan membuat sejumlah bank sentral ikut-ikutan menurunkan suku bunga. Di Indonesia, Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga BI repo rate untuk tujuh hari dari 5,5% menjadi 5,25%. selain itu juga deposit facility turun jadi 4,5% dan fasilitas pinjaman 6%. Pun dengan suku bunga kredit properti dan kredit otomotif.
Hal itu diumumkan oleh Gubernur BI, Perry Warjiyo, usai rapat Dewan Gubernur BI pada Kamis pekan lalu. Ia menyebut beberapa alasan penurunan suku bunga. Antara lain: masih rendahnya perkiraan inflasi dan dampak ekonomi global yang melambat.
Dinamika ekonomi global tersebut perlu dipertimbangkan dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi, permintaan domestik dan juga menjaga arus masuk modal asing sebagai penopang stabilitas eksternal,” kata Perry.
Langkah ini, menurut Perry, adalah upaya untuk memperkuat dan memitigasi dampak dari ketegangan hubungan dagang antara AS dan Cina. “Evaluasi kami memang masih akan berlanjut (perang dagang) dan geopolitik lainnya yang mendorong serta merevisi ke bawah asumsi pertumbuhan ekonomi global,” ia memaparkan.
Namun, langkah BI itu dinilai belum cukup meningkatkan perekonomian Indonesia, termasuk konsumsi masyarakat. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia Bidang Hubungan Internasional, Shinta Kamdani, mengatakan bahwa BI tidak serta merta menurunkan suku bunga riilnya. Padahal, suku bunga riillah yang dibutuhkan oleh pelaku usaha, sebagai peminjam, untuk menumbuhkan geliat investasi mereka.
Shinta mengimbau agar BI sebisa mungkin mendekati rata-rata suku bunga pinjaman di kawasan. “Bukan hanya suku bunga acuan yang perlu diperhatikan penurunannya tetapi yang lebih penting adalah agar terjadi penurunan suku bunga riil yang diberikan kepada pelaku usaha sebagai peminjam,” kata Shinta kepada Qanita Azzahra dari GATRA.
Shinta melihat biaya pinjaman di Indonesia masih lebih tinggi dari negara-negara tetangga. Ini membuat pelaku usaha akan cenderung meminjam modal dari luar negeri daripada dari dalam negeri. “Dalam kondisi penguatan rupiah seperti sekarang, ini tentunya tidak baik,” ujarnya.
Redaktur: Aries Kelana
Reporter: Qanita Azzahra