Jakarta, Gatra.com - Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jendral Tito Karnavian menjelaskan sebelum pecah kerusuhan di Jayapura dan Wamena, aparat keamanan telah melakukan rekonsiliasi dengan kegiatan bersama mengusung perdamaian di beberapa wilayah Papua dan Papua Barat.
Meski sudah mengupayakan, Tito mengklaim telah memprediksi akan ada kerusuhan lanjutan.
"Di Jayapura kita sudah memprediksi mereka akan ada rencana melakukan kerusuhan lagi untuk melumpuhkan kota," kata Kapolri Tito di Kantor KemenkoPolhukam, Jakarta Pusat, Selasa (23/9).
Sehingga pihak kepolisian, lanjut Tito langsung bergerak cepat memperkuat pasukan untuk menjaga keamanan dengan mengirimkan pasukan tambahan di sana.
"Hampir 6000 pasukan tambahan termasuk di kota Jayapura," katanya.
Tito menjelaskan, kerusuhan tersebut disebabkan oleh rencana dari kelompok United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).
Ia mengatakan jaringan dari kelompok tersebut telah tersebar beberapa daerah.
"Diantaranya di Wamena, di Nabire,di daerah adat Mee Pago daerah Paniai dan sekitarnya dan La Pago Wamena dan sekitarnya," jelasnya.
Tito mengatakan, pergerakan dari jaringan kelompok tersebut mendapat respons cepat pihak kepolisian dan telah teratasi ketika mulai terjadi pengumpulan massa. Contohnya ketika massa aksi berkumpul di pintu gerbang belakang universitas Cendrawasih dan mengajak masyarakat mahasiswa lainnya untuk mogok belajar.
"Aparat Polri dan TNI bersama rektorat memberikan imbauan kepada mereka yang ternyata mereka (massa dari mahasiswa) kembali dari tempat belajarnya di Papua, sehingga dilakukan cara damai. Akhirnya disepakati mereka akan kembali ke tempat asalnya dan tidak menutup pintu masuk ke Universitas Cendrawasih," jelas Tito.
Sekalipun akhirnya pihak kepolisian melakukan cara paksa karena massa mulai tak kooperatif. Tito mengklaim, massa yang tadinya koperatif tiba-tiba melakukan penyerangan anarkis dengan melempar batu yang kemudian menyebabkan satu anggota TNI tewas yang bernama Praka Zulkifli. Aparat pun langsung melakukan penindakan.
Massa yang melakukan demonstrasi rusuh lanjut Tito, diberikan tindakan tegas dengan upaya paksa oleh aparat keamanan.
"Ini tidak lagi demo damai, beda. Kalau demo damai treatmentnya damai. Tapi kalau demo rusuh, cara soft ngak bisa ya, terpaksa melakukan upaya paksa," katanya.