Home Politik Wiranto Tolak Tarik Pasukan Non Organik dari Papua

Wiranto Tolak Tarik Pasukan Non Organik dari Papua

Jakarta, Gatra.com - Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (MenkoPolhukam) Wiranto menerima kunjungan perwakilan ketua DPRD Kabupate se Provinsi Papua dan Papua Barat. Dalam kunjungannya tersebut, para wakil rakyat Bumu Cendrawasih tersebut menyampaikan beberapa tuntutan.

Tuntutan yang dibawa para wakil rakyat Papua kali ini menyasar isu yang cukup beragam, ada 8 tuntutan, yakni dialog antara pemerintah pusat dan tokoh-tokoh Papua yang memiliki ideologi berseberangan dengan melakukan mediasi independen. 

Kemudian penyelesaian pelanggaran HAM dengan membentuk komisi kebenaran, keadilan, dan rekonsiliasi (KKKR), pembentukan daerah otonomi khusus, rekonsiliasi pasca kerusuhan, hingga menghadirkan mediasi lintas pihak. 

Juga Memfasilitasi pertemuan gubernur dengan Presiden, penarikan pasukan polisi dan TNI, dan penegakan hukum yang trasnparan.

Poin-poin tuntutan tersebut dibacakan oleh Ketua DPRD Kabupaten Maybrat, Provinsi Papua, Ferdinando Solossa. Salah satu poin yang dituntut oleh para wakil rakyat adalah penarikan pasukan non-organik TNI-Polri dari tanah Papua. "Menarik pasukan non-organik TNI dan Polri di Papua dan Papua Barat," kata Solossa di Kantor KemenkoPolhukam, Jakarta Pusat, Selasa (24/9).

Menanggapi poin ini, Wiranto enggan menyetujui tuntutan terkait penarikan pasukan keamanan tersebut. Menurutnya, situasi di Papua saat ini masih bergejolak, maka dari itu pasukan keamanan dibutuhkan, meskipun pasca rusuh, ia telah mendapat laporan suasana di Papua sudah mulai kondusif.

“Terkait penarikan pasukan organik dari Papua Barat dan Papua, saya juga senang kalo hari ini dilaporkan aman kondusif, tidak ada macem-macam. Tidak ada demo yang anarkis. Apa prajurit kita yang ditugaskan ke Papua sana apa senang? Tidak senang mereka. Tapi ini terpaksa, karena memang di sana tidak aman,” jelas Wiranto.

Selain poin penarikan pasukan TNI, ia juga enggan menyetujui poin penghadiran pihak ketiga yang independen dalam sebuah mediasi. “Kita sudah punya perjanjian internasional bahwa antar negara tidak boleh mengganggu urusan dalam negeri negara lain. Jadi ini perlu dipikirkan nanti,” ujar Wiranto.

Terakhir, poin soal HAM yaitu pembentukan KKKR untuk menyelesaikan kasus HAM dini Papua. Menurut Wiranto, pelanggaran HAM di masa lalu sudah diselesaikan dan sudah ada yang menerima hukuman dari itu. Wiranto menekankan, yang terjadi di masa lalu bukannya pelanggaran HAM berat. Ia menyebut, ada pihak-pihak yang sengaja terus menyebutnya seperti itu.

“Namanya kejahatan berat itu adalah kebijakan dari state policy, kebijakan pemerintah. Maka saya heran kalau ada pembunuhan antarkelompok dikatakan pelanggaran HAM berat, utang negara, ini saya gak setuju. Tapi keadaannya begitu, dibikin seperti itu,” kata Wiranto.

Meski menolak bererapa tuntutan itu, Wiranto menegaskan Pemerintah serius untuk bisa menyelesaikan masalah di Papua. “Mudah-mudahan aspirasi ini bisa kita selesaikan dan sebagian bisa kita bincangkan untuk bagaimana yang terbaik. Tapi tentu hal-hal yang tidak sesuai dengan Undang-undang kita, dengan kedaulatan kita, pasti enggak bisa kita lakukan,” ujarnya.

321