Siak, Gatra.com - Ratusan lembaran lusu nampak teronggok di atas meja kaca di dalam ruangan khusus di kantor Dinas Perpustakaan Kabupaten Siak Provinsi Riau, Selasa (24/9).
Ada yang sudah tersusun rapi, ada pula yang tergeletak, lembar per lembar. Begitu pentingnya lembaran lusu itu sampai-sampai empat meja kaca khusus, disiapkan di sana.
"Yang ini sudah selesai direstorasi, yang itu belum. Masih harus dibersihkan dan kemudian direkatkan. Soalnya lembaran yang koyak musti disatukan lagi," kata, Irwan Susanto, Kabid Arsip di kantor itu, sambil menunjuk onggokan lembar lusu tadi.
Irwan tak sendirian di ruangan khusus itu, tapi ditemani oleh empat orang anak buahnya plus dua orang ahli dari Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Jakarta.
Dinas Perpustakaan butuh ahli lantaran lembaran lusu tadi bukan lembar sembarangan, tapi dokumen-dokumen lawas penting, milik Kerajaan Siak tempo dulu.
Lantaran sudah lusu, mengurusi lembaran tadi bukan perkara mudah, musti ekstra hati-hati. Sebab kalau tidak, lembaran itu bukan malah menjadi utuh, tapi akan semakin berantakan.
"Kami memakai tisu Jepang untuk merekatkan dokumen yang koyak. Tisu Jepang tadi, memang langsung didatangkan dari Jepang. Satu gulungnya lebih dari Rp7 juta. Ada juga lem khusus untuk menguatkan bagian belakang. Itu juga didatangkan dari Jepang," cerita Kepala Dinas Perpustakaan Siak, Muhammad Arifin, saat berbincang dengan Gatra.com, Selasa (24/9).
Satu gulung tisu itu kata Arifin bisa memberesi sekitar 100-130 lembar dokumen. Tergantung ukuran dokumen yang direstorasi. "Dokumen itu kan ada yang kecil, ada yang lebar. Kalau yang kecil, tisu bisa dipotong-potong dan bisa memulihkan 130 lembar. Kalau dokumennya lebar, satu gulung hanya bisa untuk 100 lembar," terang Arifin.
Tahun ini, ada sekitar 21.854 lembar dokumen penting yang musti diberesi anak buah Arifin tadi. "Kami sudah mengumpulkan sekitar 67.500 lembar dokumen peninggalan kerajaan Siak. Sekitar 30 ribu lembar sudah kami restorasi," ujar Arifin.
Untuk menuntaskan pekerjaan itu, Arifin mengaku butuh sekitar 280 gulung tisu. Kalau dihitung-hitung, duit untuk itu mencapai sekitar Rp400 juta.
Satu dokumen kata Arifin, bisa tuntas dalam lima menit. Itu kalau kondisinya tidak parah. Kalau sudah parah, butuh waktu sekitar 20 menit. "Kalau sudah merekat, lembaran kemudian di jemur di atas meja kaca, tidak langsung terkena cahaya matahari," katanya.
"Sebenarnya tisu semacam tadi ada dijual di Surabaya, Jawa Timur (Jatim). Tapi standar ANRI, tisunya musti dari Jepang langsung," katanya.
Rata-rata kata Arifin, dokumen yang direstorasi itu peninggalan jaman tahun 1930-an. Salah satu dokumen penting sudah diberesi adalah surat izin pasar malam di Sumatera Utara tahun 1930. Surat itu berbahasa Belanda meski kemudian ditemukan juga lembaran berbahasa Inggris.
"Dulu kan Sumut itu masuk wilayah kerajaan Siak, makanya izin pasar malamnya dari sini," ujar Arifin.
Pekerjaan merajut kembali dokumen-dokumen usang itu sebenarnya sudah dilakukan oleh Pemkab Siak sejak tahun 2012 lalu. Meski dokumen yang 67.500 tadi beres dirapikan, bukan berarti pekerjaan Arifin dan anak buahnya langsung tuntas.
Sebab ternyata, masih banyak dokumen penting milik Kerajaan Siak yang disimpan oleh kerabat kerajaan. Yang disimpan masyarakat juga tak sedikit.
"Kami akan benar-benar menelusuri itu semua. Kami akan bentuk tim telusur. Untuk ini tentu butuh biaya yang tidak sedikit. Biar enggak kesandung hukum, kita bikin Perdanya dulu, berapa nilai yang akan kita bayarkan kepada mereka yang menyimpan naskah itu. Supervisi ANRI juga sangat kita butuhkan," katanya.
Biar semuanya berjalan lancar dan pengartian dokumen itu juga mulus, Dinas Perpustakaan Kabupaten Siak akan menggandeng LAMR dan tokoh agama Siak.
Sebab berdasarkan informasi yang diperoleh Arifin, dokumen bersejarah itu juga ada tersimpan di Malaysia, Singapura dan Museum Belanda.
"Lagi-lagi penelusuran ini pasti akan memakan biaya banyak. Belum lagi untuk membayar naskah itu. Sebab inikan benda bersejarah. Tentu ada mekanisme pembayarannya. Macam orang beli tanah lah. Satu sama lain harus sama-sama senang," kata Arifin.
Terlepas dari apapun itu, upaya yang dilakukan oleh Arifin dan kawan-kawan tentu patut didukung oleh semua pihak. Sebab jika dokumen itu terkumpul semua dan dikemas dalam museum khusus di Siak, maka generasi Siak akan semakin mengerti, betapa besar dan jayanya Kerajaan Siak di masa silam.
Ini tentu akan berdampak pada mental dan kecintaan generasi itu kepada Negeri ini. Sebab para pendahulu bilang, bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang tahu akan sejarahnya dan yang menghargai jasa para pendahulunya.
Reporter: Sahril Ramadana