Kebumen, Gatra.com – Cagar Geologi Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah sejatinya adalah dasar samudera yang tersingkap lantaran proses geologi, jutaan tahun lampau. Dari atas bukit pentelu, singkapan dasar samudera purba itu nampak eksotik.
Karang Taruna dan Pokdarwis setempat yang berupaya menjadikan Bukit Pentelu sebagai destinasi wisata. Selain keindahannya yang menakjubkan, Bukit Pentelu diproyeksikan sebagai wisata edukasi, untuk mengenalkan ilmu kebumian kepada generasi muda atau milenial.
Dari bukit pentelu, nampak dua gunung kembar, Sindoro-Sumbing. Awan caping menghias puncak dua gunung itu. Pada puncak musim kemarau, matahari terbit persis di tengah-tengah dua gunung itu.
Tetapi, tak selamanya pagi cerah. Saat Gatra.com berkunjung ke Bukit Pentelu, kabut menutup dataran lantai dasar samudera kuno. Tetapi, pemandangan ini pun tak kalah mempesona. Kabut justru menciptakan sensasi pagi yang tak bakal ditemui di tempat lainnya.
Bukit batuan purba yang hanya tampak pucuknya, layaknya kepala para raksasa purba yang menutup diri dengan halimun. Hitamnya bukit terlihat kontras dengan kabut putih yang tak kunjung menguap.
“Kalau sedang bagus cuacanya, di bawah sana kelihatan aliran Sungai Luk Ulo, yang juga sungai purba bawah laut,” ucap pengelola Bukit Pentelu Indah (PI), Adman, beberapa waktu lalu.
Dia menerangkan, pada hari-hari biasa, Bukit Pentulu Indah dikunjungi oleh sekitar 50-100 orang per hari. Pada akhir pekan, jumlahnya melonjak menjadi antara 200-300 orang.
Bahkan di hari-hari tertentu, terutama libur panjang, bukit ini bisa dikunjungi oleh lebih dari 500 orang per hari. “Rata-rata usia remaja,” ucap dia.
Tiketnya pun murah, hanya Rp 5.000 per orang. Pengelola tak membedakan harga tiket hari biasa dan hari libur.
Adman bercerita, Pentulu, dalam bahasa lokal Kebumen berarti menonjol. Bukit dengan puncak setinggi 200 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu, terletak di atas kawasan punggung bukit besar.
Tiga tahun lalu dan masa sebelumnya, Bukit Pentulu hanya lah kawasan Perhutani yang sepi mencekam. Tak ada aktivitas lain di luar para penyadap getah pinus.
“Di situ ada Pos Suwung. Bekas Pos penjagaan zaman kolonial Belanda. Katanya sih angker,” ucapnya, tergelak.
Namun, semuanya berubah setelah warga mulai mengelola tempat ini. Dua tahun belakangan, bukit ini ramai dikunjungi wisatawan. Mereka ingin menyaksikan sensasi menyaksikan bukit-bukit batuan purba yang merupakan singkapan dasar samudera ratusan juta tahun lalu.
Dia menambahkan, selain menjadi sumber pendapatan kelompok dan desa, Bukit Pentulu juga menjadi alternatif pendapatan untuk para penambang yang hendak beralih profesi. Bertambah hari, pendapatan penambang semakin minim.
“Pasirnya sudah habis di Kali Kululo. Selain untuk menjaga cagar geologi, nanti kami juga berencana untuk mengembangkan lokasi lainnya,” ucapnya.