Jakarta, Gatra.com - Polri telah menetapkan 323 orang dan 14 korporasi sebagai tersangka dalam kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Dari penetapan itu, ada perbedaan penerapan pasal yang digunakan dalam proses penegakan hukumnya.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo menjelaskan, untuk tersangka perorangan bakal dikenakan Pasal 188 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang kelalaian yang menyebabkan kebakaran, ledakan, dan banjir.
"Kalau untuk perorangan lebih diterapkan pada pasal konvensional, Pasal 188 KUHP. Nanti dianalisa fakta hukumnya oleh penyidik di lapangan," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (24/9).
Dedi melanjutkan, seseorang yang membakar atas nama kelompok tertentu, bisa masuk dalam kategori korporasi. Korporasi sendiri bisa dikenakan pasal kolektif yang berasal dari Undang-undang Lingkungan Hidup, Perkebunan hingga Kehutanan.
"Korporasi sudah pasti penerapan pasalnya secara kolektif, UU Lingkungan Hidup, Perkebunan, Kehutanan dan pasal konvensional, Pasal 188 KUHP. Apabila proses berlanjut sampai persidangan, jajaran (korporasi) sudah diputus perbuatan melawan hukumnya, nanti bisa diterapkan juga sanksi administrasi dan bisa dituntut secara keperdataan," paparnya.
Adapun sanksi administrasi itu bisa berupa pencabutan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) hingga izin pengelolaan lahan konsesi dari Pemerintah Daerah. Namun sanksi itu diberikan melalui persidangan yang sudah inkracht.
Dedi menjelaskan, oknum yang membakar lahan atas nama korporasi baru terdeteksi tiga orang. Pihaknya masih menggali keterangan lebih lanjut melalui direktur dan manajer operasional korporasi tersebut. "Sumatera Selatan satu, Kalimantan Barat dua. Belum ada tambahan lagi. Nanti saya update, khususnya Polda Lampung, Kalimantan Tengah," tandasnya.