Jakarta, Gatra.com - Wakil Ketua Komisi III DPR, Erma Suryani Ranik mengklarifikasi terkait pasal penghinaan presiden dalam RKUHP.
Menurutnya, jika ada anggapan masyarakat berpikir bahwa presiden tidak boleh dihina, maka salah persepsi.
"Sesat kalau pikirnya pasal ini bahwa presiden tidak boleh dihina. Pasal penghinaan presiden dimasukkan karena itu delik aduan," katanya di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Selasa (24/9).
Erma mengatakan, pasal ini justru untuk menghindari adanya pelaporan terkait penghinaan presiden oleh pihak lain. Dalam asal ini juga, presiden harus melakukan pelaporan atas namanya sendiri.
"Gak boleh kaya sekarang ini. Ada yang terhina dengan cover majalah, lalu ada pendukung-pendukungnya (melaporkan)," ujarnya.
Erma menambahkan, RKUHP ini dibuat bukan untuk presiden saja, melainkan untuk negara Indonesia ke depannya.
"Kok saya kesannya minta gak boleh dikritik, padahal cara berpikirnya kita gak berpikir ini untuk Jokowi. Ndak berpikir untuk siapapun. Kita berpikir untuk Indonesia ke depan, siapapun presidennya," tuturnya.
Erma menambahkan, Presiden Jokowi sendiri telah mengungkapkan bahwa tidak memerlukan keberadaan pasal penghinaan terhadap presiden ini. Malahan, pasal ini termasuk dalam 14 pasal yang diminta presiden untuk dihilangkan dalam RKUHP.