Pekanbaru, Gatra.com - Kinerja Tim Restorasi Gambut Daerah (TRGD) Riau menjadi sorotan setelah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kembali terjadi. Permintaan supaya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit tim ini pun mencuat.
Pengamat lingkungan hidup, Elfiriadi, mengatakan, hingga saat ini output kerja TRGD belum banyak diketahui publik. Soalnya lembaga ini tidak banyak melakukan ekspos soal hasil kerjanya ke publik.
Sikap diam yang disuguhkan TRGD saat kejadian karhutla akhirnya menimbulkan tanda tanya. "BPK baiknya mengusut dana-dana TRGD ini. Kerja mereka tidak jelas sampai sekarang," katanya kepada Gatra.com, Selasa (24/9).
Lebih jauh Elfiriadi menyebut, sejak awal, menengok formasi TRGD yang ada, sudah memunculkan keraguan terkait efektivitas kerja. Soalnya tim ini dihuni oleh pejabat-pejabat yang sudah disibukan oleh urusan pekerjaan daerah.
"Sudahlah kerjanya enggak jelas, TRGD juga padat birokrasi, prosedurnya berbelit-belit sampai ke tingkat kecamatan. Fungsi kerjanya pun belum diketahui dengan jelas, apakah sekadar memberi penyuluhan, membangun sekat kanal atau pengadaan sumur bor," rutuk Kepala Perubahan Iklim Majelis Nasional Korps Alumni HMI ini.
Di Riau, lahan gambut seluas 3,3 juta hektar sudah beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit milik korporasi dan masyarakat maupun hutan tanaman industri.
Itulah makanya saat ini area gambut di Riau umumnya sudah dalam keadaan kering. Kondisi ini sangat rentan memicu terjadinya karhutla.
Sayang, hingga berita ini diturunkan, belum satu pun perwakilan TRGD yang mau memberikan komentar. Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan kehutanan Provinsi Riau, Ervin Rizaldi yang dihubungi melalui whatsapp maupun telepon, sama sekali tidak merespon.
Di sisi lain, sebelumnya, Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Fuad mengatakan, bahwa selama Oktober 2018 hingga Juli 2019, BRG sudah melakukan supervisi di lebih dari 167 ribu hektar lahan perkebunan, 106 ribu hektar di antaranya berada di Riau.