Jakarta, Gatra.com - Mantan Ketua Umum PPP, Romahurmuziy atau Rommy dalam nota keberatan atau eksepsinya menyebut, dakwaan terhadap kasus jual beli jabatan di lingkungan Kemenag Jawa Timur, tidak memiliki dasar hukum.
Rommy menuding, penahanan ini merupakan serangan intitusional kepada Partai Persatuan Pembangunan. Selain itu, terdapat dugaan politik oleh KPK melalui agenda penegakan hukum.
"Saya mempertanyakan hal itu karena dalam dua pemilu berturut-turut Ketum PPP kedua dilakukan sebulan sebelum pemilu. Semua orang pasti sangat mudah menilai, ada apa melakukan operasi politik hanya untuk angka Rp50 juta," ujar Rommy saat ditemui di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (23/9).
Rommy menjelaskan, penangkapannya yang dilakukan hanya satu bulan sebelum pelaksanaan Pemilu 2019. Hal ini berdampak pada penurunan suara pada pemilu 2019, karena secara politik tidak bisa dipisahkan dari imbas penurunan citra partai secara nasional.
"Karena penangkapan saya, perolehan suara PPP pada pileg 2019 mengalami penurunan sebesar 1.8343.41 suara. Pada pileg 2014 mengantongi 8.157.488 suara atau 6,53% dari suara sah secara nasional. Kini pada pileg 2019, perolehan suaranya menurun menjadi 6.323.147 atau 4,52% suara perolehan ini diikuti oleh anjloknya lebih dari separuh perolehan kursi di DPR RI," ujar Rommy.
Ia menambahkan, Penyelidik Operasi KPK yang paling bertanggung jawab atas berkurangnya dukungan politik legislasi. Suara umat secara nasional atau suara PPP berkurang pada Pileg 2019.
"Tidak boleh menyatakan, operasi itu murni penegakan hukum. Hal yang naif kalau KPK tidak menyadari. Agenda penegakan hukum hanya sebulan sebelum Pemilu. Ketua umum partai politik pasti memiliki imbas secara politik, kecuali kalau rencananya mengkerdilkan PPP atau sekedar mencari sensasi. Itu sukses besar," katanya.