Jakarta, Gatra.com - Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan tekanan darah tinggi merupakan masalah kesehatan yang sering ditemukan di masyarakat. Hipertensi secara medis diartikan sebagai tekanan darah atas (sistolik) >140mmHg dan tekanan darah bawah (distolik) >90mmHg.
Dalam penelitian terbaru, akhir-akhir ini penetapan batas seseorang mengidap hipertensi menjadi lebih ketat, yaitu tekanan darah atas >130 dan tekanan darah bawah >80 mmHg. Alasan penetapan tersebut adalah karena sangat banyak komplikasi yang disebabkan oleh hipertensi sepertii stroke, sesak nafas, serangan jantung, gagal jantung, dan gagal ginjal. Ironisnya saat ini marak terjadi komplikasi tersebut tanpa disadari sejak usia muda.
Prof. Dr. dr. Lucky Aziza Bawazier, SpPD-KGH, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dengan kepakaran penyakit ginjal dan hipertensi menjelaskan fakta di lapangan banyak yang tidak mengetahui gejala penyakit hipertensi tersebut. Seseorang yang sehat bisa saja tiba-tiba terserang komplikasi seperti stroke, serangan jantung. Menurutnya penting untuk memonitor tekanan darah sejak dini sebelum usia 30 tahun ke atas.
"Karena data saya di buku dari FKUI anak mahasiswa kita ukur aja ada. Apalagi usia 22- 23 lulus dari sarjana misalnya kerja keseringan duduk kurang aktifitas fisik, nah itu mulai berkembang," jelas Lucky kepada Gatra.com, di FKUI, Jakarta Pusat, Sabtu (21/9).
Lucky menjelaskan, 1 dari 3 orang dewasa di atas 18 taun mengalami hipertensi. Untuk mengobati hipertensi menurutnya adalah dengan minum obat teratur. Selain itu untuk mencegah hipertensi bisa dilakukan upaya olahraga teratur dan perbaiki gaya makan seperti perbanyak sayur, mengurangi sedikit garam. Apabila sudah melakukan pencegahan tetapi tekanan darah masih perlu diobati.
"Jadi jangan takut minum obat. Lebih bahaya kalau tidak minum obat hipertensi. Dari pada efek smping obat yang kita bisa ukur. Patokan normal sudah sembuh dari penyakit ketika 6 bulan. Cek berkali-kali hasilnya sudah sama normal terus," katanya.
Salah satu komplikasi akibat hipertensi yang berlangsung dalam jangka panjang dan tidak terkontrol adalah penyakit ginjal kronis (PGK) atau gagal ginjal. Lucky menjelaskan, setahun sekali kita perlu cek fungsi hati dan fungsi ginjal masalah.
"Banyak obat-obat hipertensi itu malah yg memperbaiki fungsi ginjal. Malah dia membaguskan aliran darah ke ginjalnya. Setahun sekali kita bisa cek fungsi hati dan fungsi ginjal gada masalah," imbuhnya.
Deteksi dini, lanjut Lucky, sangat mudah dilakukan dan tidak memerlukan keahlian yang khusus. Bisa dilakukan secara mandiri ataupun dilakukan oleh petugas kesehatan (homeblood pressure monitoring). Saat ini sudah banyak tersedia alat pengukur telanan darah elektronik yang bisa dilakukan mandiri yang meliputi tanggal. Jam pengukuran, aktivitas saat pengukuran, tekanan darah atas bawah, dan denyut jantung. Hasil pencatatan ini bisa dilaporkan ke layanan kesehatan primer untuk usaha preventif hipertensi.
"Biasanya perlu , jadi dia mencatat sendiri di catat perhari. Nanti bawa ke dokter catatannya setelah sebulan," pungkas Lucky.