Banyumas, Gatra.com – Tim gabungan pemadaman kebakaran Gunung Slamet kembali diberangkatkan untuk menyusul dua tim lain yang kini masih melakukan pemantauan dan pemadaman api di Gunung Slamet, Minggu (22/9/2019) ini. Secara total, sejak Kamis, sebanyak lima tim telah diberangkatkan ke lereng Gunung Slamet yang terbakar di ketinggian di atas 2.000 meter dari permukaan laut (mdpl).
Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banyumas, Ariono Purwanto mengatakan, tim gabungan terdiri dari TNI, Polri dan relawan dari berbagai unsur lintas instansi dan masyarakat. Kata dia, langkah ini dilakukan untuk memastikan kondisi terakhir kebakaran Gunung Slamet dan melakukan upaya pemadaman jika api kembali membesar. “Itu ada laporan tadi malam, itu memang sudah mengecil. Tetapi, kalau ada angin besar ditakutkan membara lagi,” katanya, Minggu (22/9).
Dia mengungkapkan, berdasar laporan tim pendahulu yang diberangkatkan pada Jumat, titik api di Gunung Slamet pada Sabtu sore sudah mengecil, namun belum padam. Karenanya, butuh langkah antisipasi untuk memastikan pemadaman kebakaran Gunung Slamet.
Dia menjelaskan, dengan diberangkatkannya tim pagi ini, maka di Gunung Slamet ada tiga tim yang bertugas, dengan masing-masing tim berjumlah sekitar 20 orang. Mereka melakukan pemantauan, pemadaman api langsung di lapangan dan membuat sekat alami bakar. Tiap tim dibekali logistik untuk tiga hari. “Yang siap diberangkatkan lagi, hari ini, itu sekitar 20 orang, terdiri dari TNI dan Polri 10 orang, dan relawan 10 orang juga,” jelasnya.
Ariono mengungkapkan, pemadaman api di Gunung Slamet tidak bisa dilakukan relawan secara massal. Pasalnya, lokasi kebakaran berada di ketinggian sekitar 2.500 mdpl. Hanya relawan dan petugas yang berpengalaman yang direkomendasikan untuk mengikuti operasi ini. “Kita melakukan banyak hal, di antaranya dengan pembuatan sekat bakar. Kemudian memadamkan api yang masih menyala,” ujarnya.
Ia juga mengaku belum mendapat laporan berapa luas area yang terbakar beserta perkiraan kerugiannya. Dia mengemukan, selain kendala jarak, relawan juga akan berhadapan dengan cuaca ekstrem, suhu dingin, dan medan yang berat. Komunikasi dengan tim di lapangan juga sulit lantaran sudah masuk ke kawasan blank spot selular maupun radio, meski sudah dibantu dengan pemantul sinyal (repeater) RAPI. “Pagi ini kita belum menerima laporan lagi. Karena memang komunikasi sulit,” ungkapnya.