Bandung, Gatra.com - Kementerian Pertanian (Kementan) mendukung penuh Provinsi Jawa Barat (Jabar) sebagai produsen atau penghasil beras organik terbesar di Indonesia.
Tekad ini optimistis diwujudkan mengingat didukung oleh banyaknya titik wilayah organik yang tersebar di Jabar seluas 6.944 hektare di 22 kabupaten, salah satuhnya Kabupaten Bandung.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Suwandi, mengatakan, sesuai arahan Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman, untuk meningkatkan produksi pangan yang dapat mendongkrak ekspor dan kesejahteraan petani.
Menurutnya, Kementan mendukung adanya pertanian organik di Jabar, khususnya Kabupaten Bandung. Konsep organik ini akan direplikasi di daerah lain agar pertanian Indonesia semakin besar berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi di perdesaan dan nasional.
"Organik mampu menjaga eksosistem kita, memperbaiki struktur tanah, menyehatkan dan memberi nilai tambah," kata Suwandi saat panen padi organik milik Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sarinah bersama Bupati Bandung di Ciparay, Bandung, Jumat (20/9).
Suwandi menjelaskan, pola pertanian khususnya padi organik sangat jelas memberikan keuntungan. Sebab, pola organik yang sustainable dilakukan dengan memanfaatkan kotoran dan urine untuk pupuk dan jerami untuk pakan menjadikan pola usahatani yang efisien.
"Pesan saya, cintai produk lokal dalam negeri. Lakukan praktik organik, untuk warisan anak cucu kita," ujarnya.
Bupati Bandung, Dadang Nasser, mengatakan, pemerintah Kabupaten Bandung memiliki keinginan untuk menjadi produsen beras organik terbesar. Dadang bertekad mengembangkan segmen beras khusus di Bandung, seperti beras merah, beras hitam, ketan hitam, dan beras organik.
"Beras organik pangsa pasarnya sudah luas, harganya pun tinggi jadi saya ingin bisa memberi manfaat lebih ke petani," ujarnya.
Tuti selaku Ketua Gapoktan, menceritakan ihwal kelompok taninya yang sudah maju dan bertahun-tahun menerapkan organik. Gapoktan Sarinah mulai mengembangkan organik sejak tahun 2011 dan sampai saat sekarang telah perluasan lahan menjadi 100 ha dengan provitas sekitar 8 ton per hektare.
"Hasil dari produksi di sini alhamdulillah sudah langsung ada pasarnya, kami kerja sama dengan PT Tafis, Kalbe , dan perusahaan lain. Kemarin juga sempat dengan Nutrifood dan tahun ini akan kita jajaki lagi untuk memasok ke sana," ujarnya.
Terkait harga jual, Tuti mengatakan, harga beras yang masih curah Rp 15 ribu per kg. Berbeda halnya kalau sudah di-packing dan dipres bisa mencapai Rp22 ribu per kg.
"Kami buatnya dalam bentuk beberapa macam. Ada yang 1 kg, 2 kg, dan 5 kg," katanya.
Produk yang dijual Gapoktan Sarinah ini ada yang berupa beras putih dan beras merah. Untuk jaminan pasar atas organiknya, gapoktan ini rutin mengurus sertifikat organik ke Inofice. Biaya sertifikasi awalnya sekitar Rp20 juta dan sesudah itu tinggal dilakukan perpanjangan dengan biaya sekitar Rp10 juta.
"Biaya ini berlakunya 3 tahun, tapi ya itu, tetep saja harus disurvei tiap tahunnya. Untuk memastikan perlakuannya berbasis organik," ungkap Tuti.
Tuti menambahkan, untuk penyediaan pupuk organiknya, Gapoktan Sarinah sudah dapat bantuan Unit Pengolahan Pupuk Organik (UPPO) dari Kementan. Bantuan saat itu berupa sapi 10 ekor yakni 8 ekor betina dan 2 ekor jantan, namun sekarang sudah ada 24 ekor.
"Tidak hanya UPPO, Kementan saat itu juga memberi bantuan color sorter untuk keperluan ekspor," ungkapnya.
"Dari menir beras sama jerami kami buat untuk pakan ternak. Namun demikian, memang masih belum mencukupi. Kotoran ternaknya pun masih kurang kalau untuk difermentasi jadi pupuk organik," kata Tuti.
Perlu diketahui, pada acara tersebut selain dilakukan panen raya, juga diserahkan sertifikat organik untuk dua kelompok tani di Ciparay.