Purwokerto, Gatra.com – Ancaman kebocoran data dalam konteks keamanan dunia maya atau cybersecurity di Indonesia menjadi sorotan banyak pihak. Sejumlah kalangan seperti akademisi dan pengamat, mendorong pemerintah untuk memprioritaskan regulasi perlindungan atau proteksi data untuk menangkal ancaman siber.
Topik ini mencuat dalam Seminar Nasional & Call for Paper bertajuk ‘Perlindungan Data Digital dalam Cyberspace Menghadapi Revolusi Industri 4.0’ yang digelar oleh Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah, Purwokerto, Sabtu (21/9).
Seminar ini menghadirkan empat pembicara yang ahli di bidangnya, yakni Denden Imadudin Soleh, SH, MH dari Kementrian Komunikasi dan Informatika RI, Sonny Zulhada, PhD dari International Islamic University Malaysia, Iwan Satriawan SH MCL PhD dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dan Bayu Setiawan SH MH dari UMP.
Dekan FH UMP, Susilo Wardana, SH M.Hum mengatakan, saat ini Indonesia menjadi negara ketiga paling rawan ancaman cybersecurity setelah Amerika Serikat dan India. Pengguna internet Indonesia menjadi target ancaman keamanan.
“Seminar ini sangat penting karena diera reformasi yang berkembang sangat cepat. Perlindungan data pribadi ini sudah banyak terjadi penyalahgunaan. Dengan mudahnya orang bisa mengakses data seseorang untuk kepentingan usaha maupun politik,” katanya.
Undang- undang di Indonesia, kata dia, belum ada yang memperhatikan perlindungan pribadi. Oleh karena itu, seminar tersebut sangat penting agar masyarakat mengetahui seputar perlindungan data pribadinya.
“Sehingga data pribadi yang dimiliki setiap orang tidak mudah untuk diakses oleh pihak lain, karena itu merupakan hak asasi manusia. Itu menjadi penting [karena] perlu adanya undang-undang perlindungan data pribadi,” ujarnya.
Sementara itu, Denden Imadudin Soleh dari Kementerian Komunikasi dan Informatika RI menuturkan, perilaku manusia saat ini mulai bergeser dari konvensional ke era digital. Dulu, data dianggap biasa-biasa saja, tetapi sekarang data merupakan aset yang sangat bernilai. Masyarakat belum menyadari hal itu.
“Kalau zaman dulu kan orang berbelanja cukup belanja tanpa mencatat apa, namanya siapa. Tapi di era digital segala aktivitas perbelanjaan bisa tercatat semua, apa yang dibeli, dan dimana membelinya,” jelas Denden.
Menurut dia, mestinya ada regulasi atau mekanisme untuk melindungi aset penting berupa data itu. Sebab, data seseorang bisa menjadi target pemasaran data.
“Ini akan berbahaya, contoh sederhana saat kita dikirimi sebuah iklan. Belum lagi saat orang tersebut memiliki internet banking. Ketika misalnya kita menyebarkan nama, tanggal lahir, dan ibu kandung dengan tiga notifikasi diketahui orang maka akun kita bisa dengan mudah diambil oleh orang lain,” ucap Denden.