Jakarta, Gatra.com - Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas menilai penegakkan hukum yang diberlakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) belum cukup berikan efek jera terhadap korporasi. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah abai pada kasus karhutla dan tersandra oleh pihak korporasi tersangka.
"Penegakkan hukum yang tidak tegas menandakan bahwa pemerintah ini abai pada masyarakat yang menderita akibat asap karhutla dan seperti tunduk pada korporasi yang sudah menjadi sumber dari kejadian ini," jelasnya saat ditemui di Cikini, Jakarta Pusat, Sabut (21/9).
Sebab, katanya, perusahaan mendapatkan banyak keuntungan dari karhutla yang terjadi. Padahal, lanjutnya, pemerintah memiliki instrumen untuk deteksi lahan konsensi terbakar dan membuka data perusahaan tersangka.
"Dari sanksi administrasi, lalu pidana hingga perdata dan pembukaan data nama perusahaan tersangka karhutla harus terintegrasi satu sama lain. Dengan ini, bisa membuat efek jera dan sebagai bentuk bahwa pemerintah peduli pada masyarakat," pungkasnya.
Ia juga menyatakan pemerintah tidak perlu lempar tanggung jawab untuk tangani kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Menurutnya, dibentuk saja tim untuk menuntaskan persoalan di level nasional sebagaimana yang telah diputuskan dalam putusan Mahkamah Agung (MA) untuk gugatan masyarakat Kalimantan Tengah saat karhutla 2015.
"Dalam putusan MA terkait citizen law suit Kalimantan Tengah, dikatakan bentuk tim gabungan dari Kementerian Pertanian, KLHK, Kementerian ATR/BPN, dan Gubernur Kalimantan Tengah untuk penanganan di level nasional. Tidak perlu menyalahkan ini salah siapa," katanya.