Jakarta, Gatra.com - Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden No.55 Tahun 2019 tentang Percepatan Progam Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle), untuk transportasi jalan yang mendorong produksi dan penggunaan mobil listrik di Indonesia.
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Rhenald Kasali menilai langkah itu hendaknya dapat diselaraskan oleh Pertamina. Pertamina harus mampu beradaptasi dengan adanya mobil listrik.
Menurutnya, pendapatan Pertamina berpotensi tergerus karena konsumsi bahan bakar minyak (BBM) tentu akan berkurang.
"Jadi harus siap menghadapi industri baru ini. Tidak bisa misalnya hanya mengandalkan pada SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum)-nya saja," kata Rhenald di Jakarta, Sabtu (21/9).
Rhenald menyarankan kepada Pertamina untuk mengandalkan pendapatannya selain SPBU dan bekerjasama dengan perusahan listrik dalam pengembangan mobil listrik.
Dikatakan, dengan adanya perubahan ini memang tidak berlangsung cepat. Namun, Pertamina hendaknya dapat mengantisipasi lebih dini agar jangan sampai terlena oleh keadaan.
"Nah industri mengatakan telah siap masuk ke kendaraan listrik, hanya saja hari ini harga masih mahal karena PP (Peraturan Pemerintah) turunannya belum keluar, yaitu bagaimana insentif yang diberikan pada industri sehingga lebih menggunakan listrik," tuturnya.
Rhenald mengungkapkan saat ini sedang ada pertemuan investor untuk membangun pabrik baterai mobil listrik di Morowali, agar harga mobil listrik dapat lebih terjangkau.
"Tetapi kita memerlukan energi alternatif mencari sumber daya alam baru, apakah panas bumi atau tenaga air untuk menghasilkan listrik yang murah," katanya.