Jakarta, Gatra.com - Intelektual publik Rocky Gerung mengatakan bahwa setiap orang mempunyai hak untuk saling bertengkar dan memberi label di dalam suatu kontestasi politik yang demokratis. Misalnya, soal labelisasi 'cebong' dan 'kampret' pada kontestasi politik di Pilpres silam.
Pasca Pilpres rampung, kedua kontestan, Jokowi dan Prabowo, melakukan pertemuan dalam upaya rekonsiliasi. Pada momen tersebut Presiden Jokowi berujar bahwa tidak ada lagi yang namanya cebong atau kampret.
"Sekarang nggak boleh lagi nama itu kata presiden. Jadi presiden menciptakan keadaan state of exception dengan melarang orang memberi label Anda cebong atau Anda kampret," ujar Rocky di sela-sela diskusi bedah buku "Demokrasi dan Kedaruratan" di Utan Kayu, Jakarta (20/9).
Rocky melanjutkan bahwa presiden tidak memiliki hak untuk mengatur orang dalam mengekspresikan kejengkelan. "Itu hak orang untuk bertengkar dalam politik dengan segala macam semiotikanya," ujar Rocky.
Menurutnya, saat ini warga negara dijebak pada pilihan untuk bertahan di dalam keadaan tanpa nama. "Sekarang kalau kita bilang cebong nanti di-bully, bilang kampret nanti di-bully. Jadi kita dibuat telanjang lalu dicambuk oleh kedunguan. Karena hanya orang dungu yang mau dicambuk oleh kedunguan," pungkasnya.