Padang, Gatra.com - Women Crisis Center (WCC) Nurani Perempuan Sumatera Barat mengatakan pengesahan draf Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) untuk menjamin keadilan dan hak-hak bagi perempuan korban kekerasan seksual.
Direktur WCC Nurani Perempuan, Meri Yenti mengatakan, RUU PKS hadir untuk memberikan perlindungan pada korban. Serta memastikan pelaku kejahatan seksual mendapatkan ganjaran yang tidak hanya dalam bentuk kurungan penjara tapi juga mendorong terjadinya perubahan perilaku.
"Jika RUU PKS tidak disahkan, tidak ada regulasi yang mengatur tentang penghapusan kekerasan seksual. Korban dari kejahatan seksual akan terus bertambah," ujar Meri di Padang, Jumat (20/9).
Sebagai lembaga pendamping korban kekerasan, Nurani Perempuan memastikan bahwa RUU PKS bertujuan untuk mencegah segala bentuk kekerasan seksual, menangani, melindungi dan memulihkan korban kekerasan seksual, serta menindak pelaku, dan mewujudkan lingkungan bebas kekerasan seksual.
Menanggapi aksi dan pernyataan Aliansi Masyarakat Peduli Umat (AMPU), lanjut Meri, tidak benar bahwa RUU PKS bertentangan dengan Pancasila. Lima butir Pancasila dengan jelas memberikan kepastian kepada seluruh warga negara untuk hidup berketuhanan, berkemanusiaan, hidup dalam persatuan , berkerakyatan dan permusyawaratan serta keadilan.
”Nilai-nilai Pancasila jelas melingkupi isi RUU PKS jika dipahami secara seksama. Jika menolak tanpa menyebutkan butir dan pasal yang menurutnya tidak sesuai dengan syariat dan Pancasila, ini hanya akan menjadi debat kusir yang tidak ada ujungnya," imbuhnya.
Dia jabarkan, RUU-PKS tidak menyatakan pelegalan prostitusi. Tetapi memberi perlindungan kepada seseorang yang dipaksa masuk ke dunia prostitusi dan ia bisa menjerat orang yang mengeksploitasinya dengan UU-PKS setelah disahkan.
RUU-PKS melindungi keputusan calon ibu untuk melanjutkan kehamilannya dan yang memaksa aborsi dapat dijerat pasal 75 UU No. 36 tahun 2009 dan PP 61 tahun 2014 tentang kesehatan reproduksi dengan ketentuan ketat.
"Semangat RUU-PKS adalah memanusiakan manusia yang menjadi inti dari nilai-nilai agama dan kepercayaan di Indonesia. Tidak ada agama dan kepercayaan yang membenarkan terjadinya kekerasan terhadap siapapun," pungkasnya.