Medan, Gatra.com - Meski telah memiliki sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) terhadap 279 hektare di Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Penyelenggara Otorita Danau Toba Samosir. Badan Penyelenggara Otorita Danau Toba (BPODT) tetap menyiapkan ganti rugi kepada masyarakat yang terkena dampak.
Direktur Pemasaran BPODT, Basar Simanjuntak, memastikan tidak ada rumah atau tempat tinggal di atas 279 hektar lahan yang saat ini menjadi milik mereka. "Di atas 297 rumah tidak ada rumah, lahan kosong. Ada pertanian kopi, coklat, tidak masif. Ada pemakaman, itu tetap ada ganti rugi, atau istilahnya saat ini ganti untung," jelasnya di Kantor DPD PDIP Sumut, Jumat (20/9).
Basar yang masuk bursa bakal calon (Balon) Bupati Tobasa dari PDIP itu menegaskan proses ganti rugi sedang tahap proses. Di mana, yang menjadi tim apresial atau penilai ganti rugi telah bekerja. "Tugas menghitung itu gubernu, dan dilimpahkan ke bupati (Tobasa) bersama lintas instansi. Pembayaran direncakan Januari 2020, anggarannya dititipkan ke kami, setelah ada nilai dari apresial baru bisa kami bayarkan," jelasnya.
Ia belum bisa memastikan berapa jumlah anggaran ganti rugi lahan kepada masyarakat di Desa Sigapiton. Sebab, saat ini tim apresial sedang bekerja. Untuk yang mendapat ganti rugi, kata dia, adalah penggarap lahan pertanian, ahli waris makam, dan pemilik bangunan. Namun, bangunan yang usianya di atas 10 tahun.
"Kalau masyarakat tidak terima (ganti rugi), medianya adalah pengadilan, itu jalannya. Masyarakat yang ragu karena ada juga masyarakat yang dimenangkan oleh pengadilan, tidak melulu pemerintah," imbuhnya.
Bupati Tobasa, Darwin Siagian menambahkan, tim apresial saat ini sedang bekerja menghitung proses ganti rugi. "Berapa yang dikatakan apresial, itu yang dibayarkan kepada masyarakat," tuturnya.
Seperti diketahui, masyarakat Desa Sigapiton Kecamatan Ajibata sempat melakukan pengadangan saat BPODT ingin melakukan pembersihan areal. Penolakan itu ditandai dengan aksi buka baju dari sejumlah ibu-ibu 'telanjang'.