Depok, Gatra.com -- Polisi, melalui Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Raden Prabowo Argo Yuwono menyebutkan bahwa salah satu tersangka pengibaran bendera Bintang Kejora, Paulus Surya Anta Ginting ingin menjadi presiden Papua. Hal itu Ia sampaikan saat diperiksa.
"Ya tersangka Surya Anta ditanya mau jadi apa, mau jadi presiden Papua dia katanya. Tiba-tiba ngomong begitu dia. Makanya kita kan bingung," ujar Argo saat berada di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jumat (20/9).
Surya Anta sendiri saat ini masih ditahan di rumah tahanan Mako Brimob bersama dengan lima rekannya. Argo juga menambahkan bahwa pihaknya sudah mengantongi bukti-bukti yang berkaitan dengan dugaan akso makar yang dilakukan Surya Anta dkk.
"Jadi ada pertemuan-pertemuan sebelum melakukan kegiatan, dokumen-dokumen juga sudah kami temukan terkait dengan kegiatan untuk referendum dan merdeka," ujarnya
Sementara itu, pengacara Surya Anta dan kawan-kawan, Michael Himan membantah apa yang dikatakan oleh Argo soal keinginan Surya Anta ingin jadi Presiden Papua. Michael mengungkapkan bahwa Surya bahwa yang dilakukan adalah bentuk solidaritasnya pada kawan-kawan Papua.
"Itu gak benar itu, itu disaat BAP (Berita Acara Pemeriksaan) itu Surya itu hanya mengatakan bahwa apa salahnya kalau saya solidaritas untuk kebebasan buat kawan-kawan Papua, apa salahnya kawan-kawan yang lain mendukung Palestina itu kan dua hal yang sama, ingin memutuskan nasib sendiri," ujar Michael di Mako Brimob.
Michael menambahkan bahwa jika benar Surya Anta ingin jadi Presiden itu merupakan hal yang tidak masuk akal.
"Gak benar, gak mungkin lah itu gak masuk logika juga kan terus orang batak atau orang indonesia terus mengklaim, terus mencari dukungan jadi Presiden Papua itu kan gak mungkin," tegasnya.
Lebih jauh Michael menjelaskan bahwa hal yang ingin diangkat oleh Surya dan kawan-kawan adalah soal masalah rasisme dan soal eksodus mahasiswa Papua yang ada di Jawa. Ia berharap tidak ada pihak yang mempolitisir penangkapan ini.
"Jangan sampai mempolitisir kesana kemarilah. Bahwa ini isu yang kawan-kawan angkat ini benar-benar isu rasisme dan juga aksi tanggal 28 Agustus kemarin itu adaalh hasil daripada mau menyikapi tentang eksodus mahasiswa Papua se-Jawa dan Bali, bukan tujuan untuk melakukan referendum itu gak benar," pungkasnya.