Jakarta, Gatra.com - Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, menilai bahwa penyebab sulitnya menuntaskan kasus pelanggaran HAM di masa lalu, karena aktor politik yang diduga terlibat dalam pelanggaran HAM masa lalu yang masuk ke dalam lingkaran kekuasaan saat ini.
"Secara kasat mata memang di struktur kekuasaan saat ini di negara ini, aktor-aktor yang berkuasa banyak yang memang atau masih memiliki rekam jejak HAM yang kurang. Itu banyak, dan itu memengaruhi agenda-agenda Hak Asasi Manusia," kata Choirul dalam Diskusi Publik bertajuk "Mengingat Masa Lalu, Melihat Masa Kini" yang dihelat di Kantor KontraS, Kwitang, Jakarta Pusat, Jumat (20/9).
Lebih lanjut, ia menjadikan Presiden Jokowi sebagai contoh dari mandeknya penyusutan kasus pelanggaran HAM masa lalu. Choirul menilai pada masa awal jabatannya, Jokowi dengan gagah bertekad untuk mengusut pelanggaran HAM berat masa lalu. Akan tetapi hingga akhir masa jabatan, tak ada pelanggaran HAM berat yang dibawa ke pengadilan.
Baca juga: Rezim Jokowi, KontraS: Pengulangan Pelanggaran HAM Orde Baru
"Problemnya adalah di sekitaran presiden banyak orang yang punya rekam jejak Hak Asasi Manusia yang kurang dan itu yang membikin agenda-agenda Hak Asasi Manusia yang diperjuangkan melalui statement Nawacita agenda politiknya presiden enggak ada hasilnya,” ucap Choirul.
Bahkan dalam catatan Komnas Ham, sambung Choirul, penyelesaian pelanggaran HAM berat yang dilakukan Jokowi hingga saat ini mendapat rapor merah. “Atau bahkan enggak ada rapornya," seloroh Choirul.
Hal senada juga disampaikan Wakil Koordinator KontraS, Feri Kusuma, ia setuju bahwa pelanggaran HAM berat masa lalu seperti Pembantaian 65' atau G/30/S PKI, Tragedi Penculikan Aktivis tahun 1998 maupun kasus HAM berat lainnya tidak terungkap, dikarenakan lingkaran kekuasaan saat ini di kelilingi para pelanggar HAM.
Reporter: ARH