Rio De Janeiro, Gatra.com - Di tahun 2013 hingga 2015, sebuah perusahaan biotek Inggris melepaskan jutaan nyamuk hasil rekayasa genetika ke lingkungan di Jacobina, Brasil, dalam upaya untuk mengurangi jumlah nyamuk pembawa wabah penyakit.
Namun, secara tak terduga, beberapa nyamuk yang dilakukan rekayasa gen, mewariskan gen tersebut kepada nyamuk asli, sehingga memicu kekhawatiran akan menciptakan spesies hibrida yang lebih kuat.
Dianggap sebagai hewan paling mematikan di dunia, nyamuk menyebarkan sejumlah besar penyakit, termasuk virus Zika, demam berdarah, demam kuning dan virus West Nile.
Seperti dilansir Livescience pada Jumat (20/9), untuk mencoba membersihkan dunia dari penyebaran penyakit ini, sebuah perusahaan biotek bernama Oxitec, melepaskan sekitar 450.000 nyamuk Aedes aegypti yang dimodifikasi secara genetik ke Jacobina setiap minggu selama 27 bulan. Nyamuk-nyamuk ini diubah sedemikian rupa sehingga mereka membawa "gen yang mematikan."
Rencananya, nyamuk jantan rekayasa gen akan kawin dengan betina dan kemudian indukan akan mati. Namun, di laboratorium penelitian, ilmuwan menemukan, sekitar 3% betina tetap menghasilkan keturunan, tetapi dalam jumlah kecil. Bahkan keturunan nyamuk tersebut dalam kondisi lemah dan mandul.
Selain itu, sekelompok peneliti yang tidak terlibat dengan Oxitec mempertanyakan terkait tingkat keberhasilan rencana tersebut. Diketahui, metode ini telah berhasil mengurangi populasi nyamuk asli di Brasil hingga 85% berdasarkan catatan peneliti.
Melakukan uji coba, mereka mengambil sampel genetik populasi nyamuk asli di Brasil selama 6, 12 dan 27 hingga 30 bulan, setelah perusahaan mengeluarkan nyamuk yang dimodifikasi secara genetis. Mereka menemukan bahwa beberapa gen dari nyamuk yang dimodifikasi secara genetik telah berpindah ke populasi asli.
Dengan kata lain, beberapa keturunannya selamat dan cukup kuat untuk bereproduksi. Populasi baru ini adalah hibrida dari nyamuk Brasil dan nyamuk rekayasa genetika yang diciptakan dari strain di Kuba dan Meksiko.
"Klaimnya adalah bahwa gen dari strain tidak akan masuk ke populasi umum karena keturunannya akan mati. Itu jelas bukan yang terjadi. Tapi itu adalah hasil yang tidak terduga yang mengkhawatirkan," kata Profesor Ekologi dan Biologi Evolusi di Universitas Yale, Jeffrey Powell.
Namun, belum diketahui risiko kesehatan bagi manusia yang mungkin berasal dari perkawinan nyamuk hibrida ini. Faktanya, gen yang diturunkan bukanlah gen yang dirancang untuk membunuh, melainkan gen dari strain di Kuba dan Meksiko.
Para peneliti juga mencatat bahwa pencampuran gen ini mungkin mengarah pada populasi nyamuk yang lebih kuat. Bahkan diperkirakan mampu melawan insektisida atau menularkan penyakit.
"Kami tidak terkejut dengan hasilnya, tetapi kami terkejut dengan spekulasi yang dibuat penulis," kata Kepala Urusan Ilmiah dan Peraturan di Oxitec, Nathan Rose.
Oxitec meminta agar jurnal penelitian tersebut meninjau kembali pernyataan menyesatkan dan yang dianggap spekulatif tersebut.