Jambi, Gatra.com – Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar mulai dibatasi di seluruh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di seluruh Indonesia. Langkah ini dilakukan guna mengurangi potensi over kuota bahan bakar jenis solar bersubsidi.
Alhasil, ratusan sopir dump truk roda enam dan langsung membawa kendaraannya menggelar aksi di Gedung DPRD Provinsi Jambi di kawasan Telanaipura Kota Jambi, Jumat (20/9). Gedung ini masih berada di dalam Komplek Kantor Gubernur Jambi. Aksi sebelumnya, mereka lakukan di Gedung DPRD Kota Jambi, Kamis (19/9).
Mereka mengeluhkan dengan surat edaran dikeluarkan BPH Migas Nomor 3865/E/KaBPH/2019 tentang kuota jenis pengendalian BBM tertentu. Para sopir tidak diperbolehkan lagi mengisi bahan bakar solar subsidi di setiap SPBU di Jambi terhitung 18 September 2019. Supir berpendapat, aturan itu tidak adil.
"Kami tidak boleh mengisi solar bersubsidi tanpa diberi tahu terlebih dahulu. Kami pun sudah tiga hari tak beroperasi akibat ini," kata seorang sopir, Ponijo, warga Kasang Pudak, Kabupaten Muaro Jambi.
Aksi digelar massa sejak jam 8 pagi sampai jam 4 sore di Gedung DPRD itu. Mereka membubarkan diri setelah aspirasinya dipenuhi oleh anggota dewan yang memanggil langsung Pertamina, BPH Migas dan pemerintah terkait di Pemerintahan Provinsi Jambi. Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi, Rocky Candra membacakan langsung isi nota kesepakatan antara DPRD, Pemprov dengan Pertamina.
"Kami meminta pihak Pertamina Pemasaran Jambi untuk menginstruksikan kepada seluruh SPBU se-Provinsi Jambi melayani pembelian solar maksimal 30 liter per hari yang diperuntukkan bagi mobil nomor polisi Jambi atau BH dengan jenis dump truk roda 6 angkutan material. Tidak termasuk angkutan batu bara dan sawit," kata Rocky.
Menurut Rocky, kesepakatan ini berlaku sampai dengan sosialisasi dan penjelasan resmi oleh BPH Migas Jambi. "Tadi sudah kami tanyakan ke BPH Migas dari Dinas ESDM bahwa sebelumnya mereka belum melakukan sosialisasi. Surat dikirim pada 29 Juni 2019 yang seharusnya dilaksanakan pada 1 Agustus 2019, dan Pertamina juga baru satu minggu lalu mendapatkan surat itu serta dinas ESDM baru empat hari lalu mendapatkan surat. Di situ ada miskomunikasi dan poin-poin yang multitafsir," kata Rocky.
Over kuota disebabkan karena adanya ketidakpatuhan dalam penyaluran jenis BBM tertentu kepada konsumen pengguna. Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Provinsi Jambi, Usman Ermulan, berpendapat, penggunaan BBM bersubsidi menyangkut hajat hidup orang banyak. Batasan tersebut dianggap Usman hanya setengah-setengah untuk memperketat penggunaan solar subsidi.
"Ada yang boleh dan ada yang tidak. Jika memang pemerintah tidak sanggup lagi membayar subsidi, lebih baik subsidi ini distop saja," ujar Usman.
Usman mengusulkan subsidi BBM solar itu dapat ke penggunaan bio solar. Menurut Usman, sudah saatnya pemerintah mempercepat penggunaan bahan bakar bio solar di Indonesia. Penggunaan bio solar meningkatkan nilai jual CPO yang berimbas pada pendapatan petani sawit.
"Dengan memberi subsidi untuk penggunaan bio solar, secara nyata dinikmati langsung oleh para petani sawit. Bukan seperti sekarang ini, impor solar dinikmati oleh negara luar," kata Usman.
Usman mengatakan dengan peningkatan penggunaan bio solar sebagai bahan bakar kendaraan menekan angka defisit impor migas sehingga bisa menghemat devisa secara signifikan. "Ini diharapkan tidak cuma sekedar menjadi wacana semata oleh pemerintahan Joko Widodo," kata eks Anggota DPR RI ini.
Dengan begitu penggunaan minyak kelapa sawit dalam bahan bakar kendaraan, Usman kembali menegaskan, meningkatkan pendapatan holding BUMN Perkebunan. Dimana, perkebunan kelapa sawit masih mendominasi bisnis dari holding tersebut. Penggunaan ini akan berdampak besar pada industri kelapa sawit.
"Minyak sawit akan membaik seiring dengan perbaikan ekspor yang jadi lebih tinggi. Dengan membaiknya harga CPO, maka ekspor Indonesia secara keseluruhan jadi lebih baik. Di situ juga Indonesia tidak lagi impor minyak dari luar negeri, bio solar jawabannya. Untuk itu, harus segera ditingkatkan," kata mantan Staf Khusus Menteri Negara/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RI ini.