Home Internasional Aktivis HAM Terkemuka Pakistan Berhasil Melarikam Diri ke Amerika

Aktivis HAM Terkemuka Pakistan Berhasil Melarikam Diri ke Amerika

New York, Gatra.com - Seorang aktivis hak asasi manusia terkemuka Pakistan, Gulalai Ismail, melarikan diri ke Amerika setelah berbulan-bulan bersembunyi. Saat ini, aktivis wanita berusia 33 tahun itu berada di New York bersama adik perempuannya. Maksud kedatangannya ke Amerika yakni untuk meminta suaka politik.

"Beberapa bulan terakhir ini mengerikan. Saya telah diancam, dilecehkan, dan saya beruntung masih hidup," kata Gulalai, dilansir BBC, Jumat (20/9).

Ia tidak menjelaskan bagaimana caranya dapat kabur dari Pakistan lantaran dirinya dilarang melakukan perjalanan luar negeri. Gulalai hanya menyebutkan bahwa dirinya berangkat ke Amerika tidak melalui bandara.

Baca Juga: Polisi India Investigasi Dugaan Pembunuhan Korban Perkosaan

Sebelumnya, Gulalai dituduh telah melakukan berbagai kegiatan anti-negara, bahkan menghasut terjadinya tindak kekerasan Selama bertahun-tahun, Gulalai mengkritik pemerintah Pakistan secara blak-blakan mengenai pelanggaran HAM. Terutama pada kasus-kasus terhadap perempuan dan anak.

Bahkan, Gulalai mendirikan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pada usia 16 tahun di Provinsi Khyber Paktunkhwa. LSM yang diberi nama Aware Girls ini ditujukan untuk mendidik gadis-gadis muda tentang hak-hak mereka.

Pada 2013, ia menciptakan tim yang terdiri dari 100 wanita untuk menangani berbagai masalah pelanggaran HAM. Beberapa diantaranya yang berhasil ia tangani seperti kekerasan dalam rumah tangga dan pernikahan di bawah umur. Gulalai sempat menerima beberapa penghargaan untuk pekerjaannya itu.

Baca Juga: Komnas Perempuan: RUU KUHP Timbulkan Over Kriminalisasi

Dia tiba di Aamerika melalui Sri Lanka, tempat warga Pakistan dapat melakukan perjalanan bebas visa. Penjelasan mengenai persembunyian dan pelariannya sangat minim. "Saya khawatir hal itu bisa membahayakan orang yang membantu saya bersembunyi dan keluar dari negara," ujarnya.

Ayahnya, Muhammad Ismail, mengatakan, Gulalai memiliki enam kasus yang diajukan terhadapnya di pengadilan Pakistan. Oleh karenanya dia merasa hidupnya dalam bahaya serius. "Saat ini, Gulalai memutuskan untuk meninggalkan negara itu. Karena dia menyadari bahwa hidupnya berada dalam ancaman dan dia harus meninggalkan negara itu. Jika tidak, apa pun dapat terjadi padanya," katanya.

Gulalai pertama kali ditangkap di Bandara Islamabad ketika kembali dari London pada Oktober 2018 lalu. Saat itu dia berada di antara 19 orang yang dituduh membuat pidato anti-negara dan anti-militer di sebuah rapat umum yang diadakan oleh Gerakan Pashtun Tahaffuz (Perlindungan), atau PTM, di Swabi pada Agustus 2018.

Baca Juga: Anggap Bom Mainan, Anak Balita Akhirnya Tewas Kena Ledakan

Februari tahun ini Gulalai kembali ditangkap di Provinsi Balochistan saat protes atas kematian aktivis PTM Arman Luni, yang meninggal dalam tahanan. Polisi menyangkal kematian Arman Luni disebabkan oleh penganiayaan petugas sipir.

Pada Mei, ia didakwa dengan tuduhan melakukan hasutan terhadap negara dan kebangsaan lain melalui protes atas pemerkosaan dan pembunuhan seorang gadis Pashtun berumur 10 tahun bernama Farishta di pinggiran Islamabad.

Sejak itu, Gulalai menyembunyikan diri. Polisi terus melakukan pencarian Gulalai hingga melakukan penggerebekan di seluruh negeri. Sayangnya, pencarian ini berujung sia-sia.

 

 

250