Batanghari, Gatra.com - Polemik penolakan dump truk mengisi bahan bakar solar bersubsidi di semua Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) berbuntut panjang. Protes sejumlah sopir berujung aksi demonstrasi ke gedung DPRD Kabupaten Batanghari, Jambi.
"Saya mewakili rekan-rekan SPBU sebenarnya bukan kehendak kami dan bukan kehendak perusahaan tidak mengisi dump truk saudara-saudara kami ini. Tapi kami diperintahkan BPH Migas Jakarta," kata pegawai SPBU 2436645 Sungai Buluh, Sunaryo dihadapan DPRD Kabupaten Batanghari dan perwakilan sopir dump truk pengangkut material, Jumat (20/9) di ruang kerja komisi.
Ia menuturkan perintah larangan pengisian solar bersubsidi bagi dump truk tertuang dalam surat edaran BPH Migas Nomor: 3865.E/Ka BPH/2019 tentang pengendalian kuota jenis bahan bakar minyak tertentu tahun 2019. Surat ini ditujukan kepada Direktur Utama PT Pertamina (Persero).
Berdasarkan hasil pengawasan BPH Migas sesuai dengan tugas pokok dan fungsi, diduga adanya ketidakpatuhan dalam penyaluran jenis BBM tertentu kepada konsumen pengguna sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang penyediaan, pendistribusian dan harga jual eceran BBM.
"Maka sesuai hasil sidang Komite BPH Migas diinstruksikan kepada Direktur Utama PT Pertamina (Persero) untuk melaksanakan pengaturan pembelian jenis BBM tertentu (JBT) jenis minyak solar," ucapnya.
Ada sembilan poin dalam surat edaran BPH Migas Nomor: 3865.E/Ka BPH/2019 tentang pengendalian kuota jenis bahan bakar minyak tertentu tahun 2019.
Poin pertama dilarang menggunakan JBT jenis minyak solar bagi kendaraan bermotor untuk pengangkutan hasil perkebunan, kehutanan dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari enam dalam kondisi bermuatan ataupun tidak bermuatan.
Poin kedua berbunyi, maksimal pembelian JBT jenis minyak solar untuk angkutan barang roda empat sebanyak 30 liter/kendaraan/hari. Roda enam atau lebih sebanyak 60 liter/kendaraan/hari dan kendaraan pribadi sebanyak 20 liter/kendaraan/hari.
"Poin ketiga berbunyi, dilarang menggunakan JBT jenis minyak solar untuk kendaraan bermotor dengan tanda nomor kendaraan berwarna dasar merah, mobil TNI/Polri, sarana transportasi air milik pemerintah," ujarnya.
Selanjutnya poin keempat berbunyi, dilarang menggunakan JBT jenis minyak solar untuk mobil tangki BBM, CPO, dump truk, truk trailer, truk gandeng dan mobil mclen (pengaduk semen).
"Lalu poin kelima berbunyi dilarang melayani pembelian JBT jenis minyak solar untuk konsumen pengguna usaha mikro, usaha perikanan, usaha pertanian, transportasi air yang menggunakan motor tempel dan pelayanan umum tanpa menggunakan surat rekomendasi dari intsansi berwenang," katanya.
Poin keenam berbunyi PT Pertamina (Persero) perlu mengatur titik lokasi SPBU yang mendistribusikan JBT jenis minyak solar dengan mempertimbangkan sebaran konsumen pengguna termasuk pengaturan alokasi ke masing-masing SPBU.
"Sedangkan poin ketujuh berbunyi, PT Pertamina (Persero) wajib menyediakan BBM non subsidi (Pertamina Dex dan Dexlite) untuk mengantisipasi terjadinya antrian di SPBU," ujarnya.
Poin kedelapan berbunyi meminta PT Pertamina (Persero) untuk berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah, TNI-Polri untuk ikut mengawasi penyaluran JBT jenis minyak solar. Poin terakhir berbunyi hal-hal lain yang telah menjadi ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tetap berlaku.
"Surat edaran BPH Migas ini dikeluarkan di Jakarta tanggal 29 Juli 2019 dan ditandatangani Kepala BPH Migas M. Fanshurullah Asa," katanya.
Tembusan surat edaran BPH Migas Nomor: 3865.E/Ka BPH/2019 tentang pengendalian kuota jenis bahan bakar minyak tertentu tahun 2019, ditujukan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Tepuk Indonesia, Menteri Keuangan Republik Indonesia, Menteri Perhubungan Republik Indonesia dan Menteri BUMN Republik Indonesia.
"Kemudian Panglima TNI, Kapolri, Kepala BIN Republik Indonesia, Gubernur seluruh Indonesia, Bupati seluruh Indonesia dan Wali Kota seluruh Indonesia," katanya.