Jakarta, Gatra.com - Direktur Operasional Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) Felicita Natalia mengatakan bahwa ada mafia-mafia yang bermain di sektor industri daur ulang. Mereka, kata Felicita, berperan dalam menentukan harga sampah bahan baku daur ulang.
"Mereka cuma sekedar sebagai perantara. Mereka tidak pula melakukan pekerjaan-pekerjaan yang signifikan, tetapi mereka yang justru menentukan harga dan mengambil keuntungan dari banyak pihak, terutama pemulung," imbuh Felicita saat ditemui Gatra.com di Jakarta (19/9).
Di Indonesia, lanjutnya, terutama di sektor industri daur ulang, harus mengambil sampah dari banyak jenjang mata rantai. "Dari pemulung pindah ke pengepul kecil, lalu pengepul besar, setelah itu ke pengepres dan baru ke konverter. Jalur ini yang unik di Indonesia," tambahnya.
Untuk memutus jenjang rantai ini, ujar Felicita, memang tidak mudah. ADUPI pernah mencoba program bagaimana Bank Sampah bisa langsung terkoneksi dengan industri. "Namun itu tidak mudah, karena ada mafia yang bermain di mata rantai tersebut," terang dia.
Felicita mengungkapkan bila keberadaan mereka juga dibayangi intervensi pemerintah sebagai operator. Menurutnya, pemerintah seharusnya justru memberantas para mafia tersebut. "Makanya yang kita inginkan adalah pemerintah cukup sebagai regulator, tidak sebagai operator," jelasnya.
Selanjutnya, untuk meminimalisir pergerakan mafia di sektor ini, Felicita berujar bahwa masyarakat perlu dibina soal pemilahan sampah. Masyarakat yang teredukasi soal pemilahan sampah, kata Felicita, akan sangat membantu proses hilirisasi yang lebih optimal, dan dapat memotong mata rantai mafia, sehingga bisa langsung terkoneksi dengan industri daur ulang.
Dengan begitu, dapat menciptakan kualitas bahan baku yang bermutu dan harga yang bersaing dengan bahan baku murni. "Tidak hanya pemilahan aja yang kita dorong. Intinya adalah bagaimana masyarakat dapat paham mengenai jenis-jenis sampah. Perlu ada edukasi," pungkasnya.