Jakarta, Gatra.com – Komisioner Komnas HAM, Mohammad Choirul Anam menyebutkan, Polda Jatim harus mengedepankan kepentingan nasional daripada kepentingan internal.
Hal ini terkait dengan dimasukkannya nama Veronica Koman dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) atas tuduhan penyebaran provokasi saat pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya.
"Pertama ada lima pelapor khusus PBB yang memberikan atensi terhadap kasus Veronica, mekanisme khusus PBB ini atau pelapor khusus PBB ini adalah bagian dari kelembagaan di Dewan HAM. Pertanyaannya apakah Interpol mau atau tidak kalau ada suara dari lima pelapor khusus PBB," ujar Anam saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (19/9).
Menurutnya, kasus Veronica berbasis pada peristiwa di Surabaya. Dalam video yang beredar, terdapat kelompok masyarakat dan anggota TNI melakukan rasisme. Anam menambahkan, mereka yang melakukan tindakan rasisme seharusnya diproses secara hukum.
"Kalau itu tidak segera diproses, jangan salahkan banyak pertanyaan dari masyarakat Internasional. Itu akan membuat Indonesia semakin susah untuk menjelaskan kepada dunia terkait kondisi HAM di Indonesia," ujarnya.
Selain itu, Anam juga menyebutkan, penyelesaian kasus Papua harus dilakukan dengan kepala dingin. Masing-masing pihak harus menahan diri, termasuk potensial untuk menghentikan seseorang menjadi tahanan politik.
"Kami concern kepada arus balik mahasiswa Papua yang balik lagi ke Papua, sebagai salah satu bentuk sinyal yang sangat kuat kepada pemerintah Indonesia. Ini bukti bahwa mereka merasa potensial diperlakukan rasis. Penyelesaian ini caranya semua orang menarik diri dari situasi ketegangan ini. Salah satu yang bentuknya konkret adalah proses hukumnya ditinjau ulang untuk semua kasus," katanya.
Sebelumnya, Polda Jatim akan menetapkan Veronica Koman ke dalam daftar DPO. Hal ini dilakukan, karena Veronica tidak hadir pada panggilan terakhir yang diberikan oleh Polda Jatim. Veronica Koman dikenakan pasal berlapis: UU ITE, KUHP 160, UU 1 tahun 1946 dan UU No. 40 tahun 2008.