Padang, Gatra.com - Aksi unjuk rasa yang dilakukan ratusan mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang, Sumatra Barat (Sumbar) berbuntut panjang. Terutama bagi Muhammad Jalali selaku Koordinasi Aksi selama tiga hari waktu itu.
Apalagi, tersiar kabar adanya ancaman drop out (DO) oleh pihak kampus kepada mahasiswa asal Solok Selatan itu. Atas ancaman DO tersebut, mahasiswa yang akrab dipanggil Jalali itu akhirnya membuka suara dan memberikan keterangan ke awak media Gatra.com, Rabu sore (18/9) kemarin di Padang.
Dia tidak menampik apa yang disampaikan Rektor UIN Imam Bonjol, Eka Putra Wirman kepada awak media. Hanya saja, ia sangat menyayangkan ketika pimpinan kampus Islam terbesar di Sumbar itu membeberkan nilai Indeks Prestasi (IP)nya, yang sangat privasi ke awak media.
Kendati demikian, rendahnya IP yang diraihnya bukanlah tanpa alasan. Pada semester lima dan semester enam, dia tidak aktif kuliah serta tidak mengikuti ujian, dikarenakan sibuk kegiatan luar kampus. Dia mengakui anjloknya IP tersebut atas keteledorannya sendiri.
"Tapi ada yang harus digaris bawahi, semester lima dan enam saya banyak kegiatan di luar, termasuk kegiatan sosial, sehingga saya tidak ikut ujian," tutur Jalali usai melakukan aksi di Kantor Gubernur Sumbar.
Meskipun begitu, mahasiswa Jurusan Jinayah Siyasah itu tidak membantah bahwa IP yang diraihnya seperti yang disampaikan Rektor UIN Imam Bonjol Padang. Hanya saja, Jalali tidak menyangkal pihaknya telah berbuat anarkis dan menyendera saat aksi unjuk rasa.
Pasalnya, dia bersama ratusan mahasiswa lainnya datang ke Gedung Rektorat kampus untuk menyuarakan aspirasi mahasiswa. "Kami masuk ke Gedung Rektorat waktu itu karena Presma berada di ruang Wakil Rektor III. Tapi rektor salah tanggap, kami dikatakan anarkis dan merusak, sebenarnya itu tidak benar," terangnya.
Terakhir, mahasiswa angkatan 2016 itu juga tidak terlalu mempermasalahkan apabila benar-benar terancam DO. Malahan, dia merasa bangga dan sangat bersyukur DO terkait aksi unjuk rasa. Apalagi, telah berusaha berjuang menyampaikan aspirasi mahasiswa.
"Saya bangga, dan sangat bersyukur. Jika saya di DO karena itu, itu bukti tidak adanya demokrasi di UIN Imam Bonjol. Artinya, pimpinan dan pihak kampus anti kritik," pungkasnya.