Jakarta, Gatra.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Wiranto, menjelaskan, penyadapan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diatur dalam revisi UU Nomor 30 Tshun 2002 yakni pada Pasal 12B perlu izin tertulis dari Dewan Pengawas (Dewas).
Menurutnya, izin tersebut diperlukan agar pelaksanaan penyadapan sesuai dengan kepatuhan pada aturan yang ada dan tidak menyimpang. Dengan adanya pengawasan dari dewan pengawas, justru memberikan penguatan dan menjaga akuntabilitas KPK dalam melaksanakan penyadapan.
"Justru memberikan penguatan kepada HAM dan menjaga akuntabilitas dalam melaksanakan penyadapan," katanya di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (18/9).
Wiranto menjelaskan, penyadapan sebetulnya adalah hal yang melanggar hukum. "Hak pribadi seseorang dilanggar dengan apa yang diucapkan, apa yang dibicarakan, disadap," ujarnya.
Akan tetapi, kata dia, penyadapan boleh dilakukan untuk kebutuhan tertentu, terlebuh untuk penyidikan tindak pidana korupsi yang dilakukan KPK. Akan tetapi, menurutnya, jika izin penyadapan itu kemudian tidak diawasi, dikhawatirkan KPK akan sesuka hati menyadap orang sehingga muncul tuduhan sewenang-wenang yang dilakukan lembaga negara.
"Harus ada pembatasan, aturan yang membatasi itu. Aturannya bagaimana? Izin dari Dewan Pengawas," ujarnya.
Dalam pelaksanaan penyadapan, kata dia, dibutuhkan izin tertulis dari Dewan Pengawas agar pelaksanaan penyadapan sesuai dengan aturan hukum.
"Dengan adanya izin, maka menghindari tuduhan bahwa KPK mengada-ada, sewenang-wenang, seenaknya. Dewan Pengawas memberikan justifikasi bahwa penyadapan didasarkan pada satu kepentingan yang betul-betul dapat dipertanggungjawabkan," katanya.
Sebelumnya, DPR RI telah mengesahkan perubahan kedua UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi UU, dalam pengambilan keputusan Tingkat II Rapat Paripurna, Selasa siang (17/9).