Sleman, Gatra.com - Monyet ekor panjang yang hidup di Daerah Istimewa Yogyakarta dianggap sebagai hama dan harus dipindahkan ke tempat lain. Primatologis atau pakar primata Universitas Indonesia (UI), Jatna Supriatna, menyampaikan hal itu. Sebab, kata dia, monyet-monyet itu merusak lahan pertanian warga.
"Monyet ekor panjang sudah sangat bisa dikatakan menjadi hama. Oleh karena itu, kita harus ungsikan ke hutan yang lain. Bukan dibunuh, tapi diungsikan," kata Jatna ditemui di sela acara 'Simposium dan Kongres Primata Indonesia ke-5' di University Club Hotel, Universitas Gadjah Mada, Sleman, Rabu (17/9) siang.
Sebelumnya, 1.200 monyet ekor panjang di DIY akan diekspor ke Amerika dan Cina pada 2020 untuk mengurangi populasi spesies tersebut. Selain untuk riset, monyet-monyet tersebut di negara tujuan ekspor menjadi bahan farmasi dan kosmetik. Menanggapi rencana ini, Jatna justru melihat praktik ekspor monyet itu telah berhenti. "Itu sudah tidak ada lagi sekarang," ujarnya.
Jatna menjelaskan, jika digunakan untuk penelitian, monyet itu harus keturunan generasi pertama. "Harus F2, bukan F1. Anak-anaknya yang boleh. Oleh universitas atau laboratorium dipelihara," katanya.
Secara terpisah, Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DIY Andie Chandra Herwanto bilang BKSDA DIY telah melakukan survei untuk mengurangi populasi monyet tersebut. "Survei kami lakukan 2018 kemarin," katanya.
Andie juga menjelaskan, status monyet ekor panjang termauk satwa tidak dilindungi dan termasuk di apendiks 2 CITES (tidak terancam punah). Untuk itu, ekspor monyet tersebut dapat dilakukan dengan mekanisme melalui penetapan kuota. "Dari hasil survei terkait potensi sebaran monyet ekor panjang, BKSDA mengusulkan kurang lebih 1200 ekor diekspor," pungkasnya.