Home Gaya Hidup Meme Asap Palembang Bermunculan di Media Sosial

Meme Asap Palembang Bermunculan di Media Sosial

 

Palembang, Gatra.com – Reaksi masyarakat akibat asap yang menyelimuti kota Palembang juga muncul di jagad dunia maya (internet). Sejumlah meme (mem) bermunculan seolah menjadi pesan nilai yang disampaikan masyarakat mengkritisi kebakaran lahan dan hutan (Karhutla) terjadi di Sumatera Selatan (Sumsel).

Misalnya salah satu meme yang paling banyak dibagikan (share) yakni landmark ikan Belida yang berada di kawasan Benteng Kuto Besak (BKB) yang digambarkan dengan dua foto, yakni ikan Belida sebelum terjadi kabut asap, dan ikan belida setelah terjadinya kabut asap. Setelah terjadi kabut asap, ikan Belida digambarkan seperti ikan salai (ikan bakar).

Hal ini, kata Akademisi Komunikasi, Junior Zamrud Pahalmas merupakan bentuk politik komunikasi warga yang dilakukan masyarakat (terutama wargenet). Secara arti, meme merupakan produk yang berisikan pesan, dikonsumsi publik dan muncul karena adanya sebab-akibat. Komunikasi meme memenuhi unsur satir, bercanda, dengan seni kontemporer sekaligus menjadi sikap yang ingin disampaikan sesuai dengan mediumnya.

“Bermuculan meme tentu dilihat dari siapa pembuatnya, apakah benar berangkat dari kondisi. Karena meme biasanya muncul tidak serta merta. Ada hubungan sebab akibat, misalnya meme asap Palembang dikarenakan warga ingin menyampaikan sikap mereka atas permasalahan tersebut, dan muncullah meme tersebut,”ujarnya, Rabu (18/9).

Meme yang menjadi komunikasi publik berseni kompemprorer juga muncul akibat perkembangan teknologi. Masyarakat kini mampu menjadi pembuat (memproduksi) meme atas sikap mereka terhadap suatu hal, termasuk mengenai asap Palembang yang terus menjadi permasalahan tahunan. Meme juga khirnya menjadi bahasan permasalahan sosial dengan nilai-nilai kritisnya.

“Selama ini, masyarakat hanya bisa berinteraksi sebagai penerima pesan, sebagai pengkonsumsi media massa. Dengan adanya media sosial, interaksinya bisa dua arah, dan cepat tersebar. Ruang inilah muncul meme sebagai interaksi masyarakat, terutama untuk hal-hal yang terjadi kini (sedang dirasakan),” terang ia.

Meme juga mendorong kesadaran masyarakat (terutama warga net) menjadi lebih maju. Pada 10 tahun lalu, kata Zamrud, masyarakat masih sulit memahami hal-hal yang cendrung lebih teoritis. Hal-hal seperti asap misalnya, hanya dibahas jika itu bencana yang terjadi setiap musim kemarau dan tidak lebih. Semakin meme bermunculan, masyarakat menjadi lebih paham terhadap permasalahan asap yang cendrung muncul akibat perilaku manusia dalam penguasaan tanah (seperti korporasi) dan lainnya.

“Meme berkembang sangat liar, semua usia bisa menerimanya, tergantung pemahaman pada personal masyarakatnya, apakah menjadikan meme sebagai bahasan kritis, atau hanya pengetahuan pribadi. Sekali lagi, meme harus dilihat dari siapa pembuat, isi meme yang berkepentingan politik atau tidak,” ungkapnya.

Selain meme ikan Balida salai, ada juga meme mengenai status kualitas udara Palembang, yang digambarkan alat pengukur kualitas udara memperlihatkan kata sedang, namun disekelilingnya sudah ada manusia yang berubah menjadi zombie. Meme lainnya yang berjudul Asap yang Tak Dirindukan, yakni meme berisikan satir foto pemain film namun menggunakan masker karena judul filmnya yang diplesetin menjadi asap.

Dikatakan Zamrud, meme menjadi medium yang dikendalikan oleh masyarakat yang berupaya mengambil peran sendiri dalam menyampaikan pesan. Meme menjadi komunikasi satire yang akhirnya terjadi pertukaran (transaksi) informasi dan menjadi bahasan di pergaulan masyarakat sesungguhnya. “Meme mendorong masyarakat kini lebih berkembang atas pemahaman dan sikapnya,”pungkasnya.

 

 

 

 

1668